Konflik Rusia Vs Ukraina
Masuk Tahun Kedua Perang di Ukraina, Thailand Jadi Tempat Perlindungan Orang Rusia
Sekitar tanggal 1 November 2022 hingga 21 Januari 2023, tercatat lebih dari 233.000 orang Rusia tiba di Phuket.
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, PATTAYA - Sejak Rusia melancarkan serangan ke Ukraina pada 24 Februari 2022, semakin banyak orang Rusia memandang Thailand sebagai tempat menuju kehidupan baru.
Puluhan ribu orang Rusia berharap dapat menghindari ancaman wajib militer dan kemerosotan ekonomi akibat perang dengan melakukan perjalanan ke Thailand sejak invasi dimulai. Banyak juga dari mereka mencari tempat tinggal baru di Negeri Gajah Putih.
Melansir dari Al Jazeera, di pulau resor populer Thailand, Phuket, orang Rusia membeli kondominium dengan kisaran harga yang mencapai setengah juta dolar AS atau lebih, untuk memfasilitasi relokasi mereka atau menjadi hunian baru di masa mendatang ketika mereka mungkin terpaksa meninggalkan negaranya.
Baca juga: Pakar Perang Prediksi Skenario Konflik Rusia-Ukraina Setelah Peringatan 1 Tahun Invasi
Sekitar tanggal 1 November 2022 hingga 21 Januari 2023, tercatat lebih dari 233.000 orang Rusia tiba di Phuket, menurut data dari Bandara Internasional Phuket. Angka tersebut sejauh ini menjadikan orang Rusia sebagai kelompok pengunjung terbesar di Phuket.
Phuket telah lama menjadi tempat pelarian favorit dari musim dingin oleh orang Rusia, namun penjualan properti melonjak sejak Presiden Vladimir Putin pada tahun lalu memerintahkan mobilisasi masa perang pertama sejak Perang Dunia kedua, menunjukkan banyak pendatang berniat untuk tinggal lebih alam dari waktu liburan biasa.
“Klien saya kebanyakan muda, 30-35… mereka kaya, klien dengan anggaran tinggi,” kata agen real estate di Phuket yang berasal dari Rusia, Sofia Malygaevareal.
“Banyak orang telah memutuskan untuk pindah ke Phuket dari tiga hingga enam bulan… menjadi satu tahun,” sambungnya.
Untuk tinggal di Phuket, para pendatang Rusia membutuhkan rumah, sekolah, pekerjaan, dan visa, di mana memperoleh hak tinggal jangka panjang bisa jadi sulit dicapai.
Bagi banyak pendatang baru yang bertekad mendapatkan rumah baru di tengah perang yang sedang berlangsung, uang bukan menjadi sumber masalah.
Realtor atau agen real estat di daerah yang didominasi orang Rusia di Phuket mengatakan, masuknya pengunjung kaya, didorong oleh meningkatnya kesadaran bahwa perang tidak akan berakhir saat memasuki tahun kedua, yang mendorong naiknya harga properti ke rekor terbaru.
Kondominium mewah yang tersedia untuk disewa dengan harga sekitar 1.000 dolar AS per bulan, sekarang bisa mencapai tiga kali lipat. Sementara itu, vila-vila mewah di pasaran seharga 6.000 dolar AS atau lebih telah dipesan dalam satu tahun sebelumnya.
Pada tahun lalu, orang Rusia membeli hampir 40 persen dari semua kondominium yang dijual kepada orang asing di Phuket, menurut Pusat Informasi Real Estat Thailand (REIC).
Pembelian dari orang Rusia berjumlah 25 juta dolar AS dalam hal penjualan, beberapa kali lipat dari jumlah yang dihabiskan oleh warga negara China, kelompok pembeli terbesar kedua, menurut data REIC.
Beberapa pembeli telah menghabiskan lebih dari 500 ribu dolar AS untuk rumah mewah di tepi laut, menurut agen real estat setempat.
“Situasi telah berubah di dalam negeri,” kata Malygaevareal, mengacu pada kondisi ekonomi yang sulit di Rusia.
“Orang-orang yang punya uang datang ke luar negeri dan siap membayar uang untuk sekolah internasional, yang biayanya lebih murah daripada di Moskow,” tambahnya.
Seorang agen perjalanan Rusia di Phuket, yang berbicara tanpa menyebut namanya, mengatakan beberapa orang Rusia telah tiba dengan tiket sekali jalan dan visa turis.
“(Mereka) hanya tidak pulang… mereka di sini untuk menghindari wajib militer,” ungkapnya.
Masuknya orang Rusia secara massal juga terlihat di kawasan wisata populer lainnya seperti Koh Samui, pulau terbesar kedua di Thailand, dan resor pesisir timur Pattaya, tempat komunitas Rusia yang cukup besar terkonsentrasi di kota pantai Jomtien selama bertahun-tahun.
“Lebih banyak orang Rusia yang pindah ke Pattaya sejak Oktober. Mereka kebanyakan adalah pasangan muda yang mengkhawatirkan keselamatan mereka,” kata kepala pendeta Gereja Ortodoks Rusia di Pattaya, Mikhail Ilyin.
Baca juga: Tidak Ada Pembahasan Proposal Perdamaian di Pertemuan Menlu Rusia dan Wang Yi
Namun, invasi Rusia tidak hanya mengundang keuntungan bagi Thailand. Seorang tukang pijat Thailand berusia 40-an, Dar, mengatakan dia meninggalkan pekerjaannya di spa kelas atas di Moskow karena rubel jatuh dan gajinya turun. Dar telah menemukan pekerjaan baru di Jomtien, di mana keterampilan bahasanya yang langka berhasil memenangkan hati klien Rusia.
“Para wanita mengatakan kepada saya bahwa mereka sangat ingin mendapatkan suami, pacar, atau anak-anak mereka untuk datang ke sini untuk tinggal,” katanya, yang meminta untuk disebut hanya dengan nama depannya.
“Jadi mereka datang lebih dulu dan mencari rumah dan mencoba membuat visa untuk laki-laki mereka,” imbuhnya.
Namun, Visa tidak mudah diperoleh seperti dulu setelah skandal besar terungkap pada November yang melibatkan polisi imigrasi Thailand yang membantu mafia China membawa ribuan orang ke Thailand melalui pekerjaan palsu dan skema sukarela.
Hal itu berarti orang Rusia harus mengajukan visa kepemilikan properti mahal yang dikenal sebagai "Kartu Elite", yang memungkinkan waktu tinggal dalam jangka panjang untuk sebuah keluarga dengan biaya sekitar 25 ribu dolar AS.
“Tidak semudah yang mereka pikirkan untuk tinggal lama di sini. Beberapa berpikir untuk kembali karena mereka kehabisan pilihan," ujar IIyin.
Aliran uang dan orang Rusia ke Thailand juga menimbulkan kebencian di beberapa kalangan.
Di Phuket, yang sangat terpukul oleh jatuhnya pariwisata global akibat pandemi COVID-19, beberapa bisnis pariwisata lokal telah menyatakan kemarahannya mengenai dugaan orang Rusia yang mengambil lapangan pekerjaan lokal.
Operator pariwisata mengeluh tentang supir taksi Rusia yang mengantar rekan senegaranya berkeliling pulau dan memimpin kelompok wisata di sekitar Kota Tua Phuket yang bersejarah, yang seringkali tanpa izin atau visa yang diperlukan.
Awal bulan ini, presiden Asosiasi Turis Phuket, Bhummikitti Ruktaengam, mengeluhkan prospek orang Rusia yang mengambil mata pencaharian penduduk setempat.
"Jika benar mereka mengambil pekerjaan kami di rumah kami sendiri, kami tidak bisa membiarkan ini terjadi," tulis Ruktaengam di halaman Facebook-nya.
Konflik Rusia Vs Ukraina
Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.304: Trump Kritik Putin dan Sebut Rusia Alami Kerugian Besar |
---|
Rusia Menguji NATO dengan Drone dan Disinformasi, Apakah Barat Masuk Perangkap? |
---|
Seribu Jenazah Tentara Ukraina Ditukar 24 Jenazah Tentara Rusia |
---|
AS Setuju Jual Rudal ERAM Senilai Rp 13,6 T ke Ukraina: Wilayah Jauh di Dalam Rusia Sasaran Empuk |
---|
Rusia Diduga Militerisasi 35 Ribu Anak Ukraina, Dilatih Merakit Drone |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.