Jumat, 3 Oktober 2025

Viral ‘chiki kebul’: Amankah nitrogen cair pada makanan?

Dinas Kesehatan Jawa Barat mengimbau masyarakat untuk “tidak dulu” mengonsumsi Chiki Kebul, menyusul dua kasus keracunan terkait…

Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, menerangkan bahwa pengawasan makanan siap saji menjadi tanggung jawab pemerintah daerah melalui dinas kesehatan. Namun, menurutnya, pengawasan belum efektif karena komitmen dari Pemda berbeda-beda.

“Badan POM itu bisa melakukan pengujian makanan jajanan tapi dia tidak bisa mem-follow up dari temuan-temuan pengujian tadi. Kemudian dari temuan badan pom itu diserahkan ke Pemda, cuma [Badan POM] mengeluh karena hanya sekitar 10% pemda yang mem-follow up,” kata Sudaryatmo kepada BBC News Indonesia.

"Jadi memang di sini ada problem kelembagaan pengawasan pangan yang multi agensi, ada badan POM, ada Pemda, macam macam itu memang dalam kasus ini tidak efektif sebenarnya itu,” ia menambahkan.

Netty Prasetiyani, anggota DPR dari Komisi IX yang membawahi bidang kesehatan, telah meminta pemerintah melakukan pengawasan agar penggunaan nitrogen cair pada makanan tidak dilakukan secara sembarangan dan bebas.

"Pengawasan ini penting karena anak-anak tidak tahu dan tidak mengerti mana yang baik dan mana yang berbahaya bagi kesehatan. Anak-anak umumnya tertarik pada warna, bentuk atau keunikan makanan. Kita khawatir ada jenis jajanan lain yang juga mengandung zat berbahaya bagi tubuh," kata Netty dalam keterangan tertulis, Selasa (10/1).

Baca juga:

Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinkes Jabar dr. Ryan Bayusantika mengatakan pihaknya telah mengimbau dinas kesehatan di Kabupaten/Kota untuk mengkaji kebijakan terkait pemantauan dan perizinan produk industri rumah tangga yang menggunakan nitrogen cair dalam pengolahan makanan.

Kemenkes juga telah meminta rumah sakit dan dinas kesehatan di daerah untuk melapor ke Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan jika menemukan kasus keracunan jajanan berasap akibat dicampur nitrogen cair.

Selain pengawasan, Sudaryatmo menekankan bahwa peningkatan kesadaran publik juga penting. Ia berpendapat orang tua dan sekolah mestinya lebih sadar terhadap makanan dan jajanan yang dipasarkan di lingkungan sekolah.

“Memang ada beberapa sekolah yang kantinnya itu sudah dilokalisir di dalam sekolah kemudian dia ada test food, tidak sembarang produk makanan bisa dipasarkan. Cuma ini masih sedikit … hanya beberapa sekolah yang perubahan kantinnya sudah sebagus itu,” ujarnya.

Senada, pakar teknik pangan Kurnia Ramadhan juga mengatakan bahwa edukasi tentang keamanan makanan di sekolah “masih kurang”. Menurutnya, selama ini pendidikan di sekolah seringkali hanya seputar makanan bergizi, tetapi pendidikan tentang makanan yang aman masih kurang.

“Jarang diajarkan pentingnya memilih makanan yang aman [Padahal] itu jadi prasyarat, sebenarnya, bagaimana makanan itu layak dikonsumsi — aman dulu, baru bergizi,” ujarnya.

“Jadi jangan hanya edukasi seputar gizi tapi juga masalah keamanan ini mesti ditekankan betul betul sehingga di level konsumen pun punya filter, punya sudut pandang, bahwa 'oh ini harus betul-betul nih memilih jajanan itu yang aman’.”

‘Penghasilan menurun karena pelanggan takut’

Kevin Adriansyah mengaku sudah sekitar lima tahun berjualan “smockey snack” - nama lain dari Chikibul. Dia lama berjualan di Jakarta, mengisi acara-acara besar dan pernikahan, tetapi baru empat bulan di Kiaracondong, Bandung.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved