Ayah Mahsa Amini Sebut Otoritas Iran Berbohong soal Kematian Putrinya, Aksi Protes Terus Meluas
Ayah Mahsa Amini menyebut otoritas Iran berbohong soal kematian putrinya. Sang ayah juga tak diizinkan melihat jasad Mahsa setelah kematiannya.
Ada gangguan terhadap akses internet di beberapa bagian provinsi Kurdistan barat Iran sejak Senin malam, dan pemadaman regional di bagian lain negara itu termasuk Sanandaj dan Teheran.
Pemadaman internet terjadi setelah Menteri Komunikasi Iran memperingatkan bahwa mungkin ada gangguan internet "untuk tujuan keamanan dan diskusi terkait dengan peristiwa baru-baru ini," menurut kantor berita semi-resmi Iran, ISNA.
Terakhir kali Iran mengalami pemadaman listrik yang parah adalah ketika pihak berwenang mencoba menahan protes massal pada akhir 2019, setelah harga bahan bakar naik sebanyak 300 persen.
Pada saat itu, Iran hampir seluruhnya offline.
Intelijen Internet Oracle menyebut peristiwa itu sebagai "pemutusan internet terbesar yang pernah diamati di Iran."
Minggu ini, beberapa situs web pemerintah negara bagian Iran – termasuk situs resmi Presiden dan Bank Sentral Iran – juga offline, akibat ulah peretas kolektif Anonymous.
"(Salam) Warga Iran. Ini adalah pesan dari Anonymous untuk seluruh Iran. Kami di sini dan kami bersama Anda," tulis akun media sosial yang berafiliasi dengan grup itu di Twitter pada hari Selasa.
"Kami mendukung tekad Anda untuk perdamaian melawan kebrutalan dan pembantaian."
"Kami tahu bahwa tekad Anda tidak berasal dari balas dendam, tetapi dari kerinduan Anda akan keadilan."
"Semua tiran akan jatuh di hadapan keberanianmu. Panjang umur wanita Iran yang bebas."
Kolektif peretas Anonymous juga sempat menghapus situs web kantor berita Fars pada Rabu pagi, menurut sebuah tweet dari Anonymous.
Sejak itu situs web telah kembali online.
Aksi protes memakan korban

Setidaknya 8 orang, termasuk seorang remaja, tewas dalam beberapa hari terakhir akibat bentrokan dalam protes, menurut kelompok hak asasi manusia Amnesty International, dikutip CNN.
Setidaknya 4 dari 8 orang yang meninggal itu disebabkan luka dari peluru pelet logam yang ditembakkan pasukan keamanan dari jarak dekat, kata Amnesty dalam sebuah laporan yang diterbitkan Rabu.