Bjorka klaim retas dokumen Presiden Jokowi, pemerintah bentuk satgas dan ungkap motif
Pemerintah membentuk satgas perlindungan data merespons klaim pembobolan data yang dilakukan akun anonim Bjorka. Namun, dia tak merinci peran
Sebab dari 10 kasus dugaan peretasan yang terjadi sejak awal tahun 2022 sampai sekarang, pemerintah hanya mengeluarkan pernyataan bantahan tanpa ada analisis dan penjelasan yang komprehensif, kata pakar digital forensik Ruby Alamsyah.
Anggota DPR dari fraksi Golkar, Dave Laksono, sependapat. Ia menilai Presiden Jokowi sudah harus bertindak tegas atas kasus kebocoran data berulang ini.
Adapun Badan Intelijen Negara mengklaim "seluruh surat maupun dokumen lembaganya aman". Ini karena surat dengan kategori rahasia terenkripsi secara berlapis dan menggunakan kripto atau kode sandi yang selalu diubah.
Dalam kasus dugaan peretasan dokumen yang diklaim milik Presiden Jokowi pada periode 2019 sampai 2021, peretas dengan identitas Bjorka mengaku telah mengunggah 679.180 dokumen dengan kondisi terkompres.
Di situs breached.to, Bjorka melampirkan beberapa sampel dokumen berjudul "Surat rahasia kepada Presiden dalam amplop tertutup" atau "Gladi Bersih dan Pelaksanaan Upacara Bendera pada Peringatan HUT ke-74 Proklamasi Kemerdekaan RI Tahun 2019".
Dalam grup percakapan Telegram, Bjorka mengatakan data yang ia unggah akan berguna untuk jurnalis dan organisasi masyarakat yang ingin mengetahui dengan siapa Presiden Jokowi berinteraksi pada waktu tertentu.
Pakar digital forensik, Ruby Alamsyah, menyebut apa yang diunggah si peretas di situs tersebut masih sebatas tabel data berupa pencatatan administrasi surat-menyurat. Namun tidak terdapat isi surat atau dokumen tersebut.
"Ini cuma pencatatan atau kebutuhan administrasi di kantor bahwa telah keluar surat dokumen nomor sekian, oleh siapa, dan keterapan apa," imbuh Ruby Alamsyah kepada BBC News Indonesia, Minggu (11/9).
Baginya kalau si peretas hanya memiliki data seperti itu maka tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Kecuali jika dia merilis dokumen atau surat-surat yang dimaksud, maka situasinya bisa sangat membahayakan.
Karenanya, menurut Ruby, pemerintah sudah saatnya melakukan investigasi menyeluruh secara ilmiah menggunakan digital forensik atas peretasan beruntun yang terjadi belakangan ini.
Pengamatannya sejak awal tahun 2022 sampai sekarang setidaknya sudah terjadi 10 kasus dugaan kebocoran data.
Misalnya pada Januari 2022, grup ransomware Conti diduga mencuri 228 GB data dari Bank Indonesia. Lalu pada bulan yang sama, terdapat dugaan kebocoran data catatan medis pasien di sejumlah rumah sakit di Indonesia. Data berukuran 720 GB itu dijual di forum online Raidforums.
Kemudian pada Agustus 2022, 17 juta data pelanggan PLN bocor dan dijual di situs breached.to dan baru-baru ini 1,3 miliar data pendaftaran atau resgistrasi kartu SIM di Indonesia diduga bocor dan dijual di forum yang sama.
Peretas Bjorka mengklaim memiliki data yang meliputi nomor induk kependudukan, nomor telepon, nama operator seluler, dan tanggal registrasi.