Konflik Rusia Vs Ukraina
Israel Tolak Permintaan Jerman Kirim Rudal ke Ukraina, Takut Senjata Buatannya Bunuh Tentara Rusia
Israel menolak permintaan Jerman untuk mengirim rudal ke Ukraina karena takut senjatanya bunuh tentara Rusia.
AS dan beberapa sekutu NATO-nya telah memasangnya di helikopter serang.

Baca juga: Apa yang Dipelajari Militer Iran dari 2.000 Serangan Rudal Balistik dan Jelajah Rusia di Ukraina?
AS dan sekutunya telah mengirimkan ribuan rudal anti-tank dan anti-pesawat ke Ukraina, serta artileri, kendaraan lapis baja, tank, dan helikopter serang dalam beberapa pekan terakhir.
Rusia mengklaim banyak dari persenjataan itu akhirnya dihancurkan oleh serangan rudal jelajah.
Ada juga beberapa gesekan antara sekutu NATO.
Polandia menuduh Jerman tidak mengirim tank Leopardnya untuk menggantikan ratusan T-72 yang dikirim Warsawa ke Kyiv.
Situasi Perang Saat Ini
Diketahui, Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmitry Kuleba mengatakan situasi di Donbass "sangat buruk" pada Rabu (25/5/2022) kemarin di Forum Ekonomi Dunia di Davos.
Meskipun AS mengirim beberapa sistem peluncur roket (MLRS) ke Kyiv, pasukan Ukraina disebut tidak bisa menyerang.
Rusia menyerang negara tetangga itu pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina untuk mengimplementasikan persyaratan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Baca juga: Geram dengan Finlandia, Putin Mulai Kerahkan Rudal Nuklir ke Perbatasan
Baca juga: Produsen Senjata Amerika Siap Menambah Produksi Rudal Anti-Tank untuk Bantu Ukraina
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.
Kyiv menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali kedua republik dengan paksa.
(Tribunnews.com/Maliana)