Konflik Rusia Vs Ukraina
Buntut Komentar Miringnya soal Invasi Rusia ke Ukraina, Menteri Pertahanan Bulgaria Dipecat
Menteri Pertahanan Bulgaria dipecat buntut komentar miringnya soal invasi Rusia ke Ukraina.
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pertahanan Bulgaria dipecat setelah memberikan komentar miring terkait invasi Rusia ke Ukraina.
Pada Senin (28/2/2022), Perdana Menteri Bulgaria, Kiril Petkov, memecat Menteri Pertahanan, Stefan Yanev, karena keengganannya menggambarkan invasi Rusia ke Ukraina sebagai perang.
Petkov mengatakan pemerintah koalisi tengahnya akan meminta parlemen pada Selasa (1/3/2022), untuk menyetujui pemecatan Yanev dan menunjuk Todor Tagarev, yang merupakan Menteri Pertahanan sementara pada 2013, untuk menduduki jabatan tersebut.
"Menteri Pertahanan saya tidak dapat menggunakan kata operasi terhadap perang."
"Anda tidak bisa menyebutnya operasi ketika ribuan tentara dari satu dan pihak lain sudah terbunuh," kata Petkov dalam pernyataan yang disiarkan televisi, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Baca juga: Cegah Invasi Rusia Lewat Jalur Laut, Turki Tutup Selat Bhosporus dan Dardanelles
Baca juga: Konvoi Besar Pasukan Rusia Bergerak Menuju Ibu Kota Ukraina Sepanjang 64 Km
"Kepentingan Bulgaria bukan untuk menundukkan kepala kita. Ketika kita melihat sesuatu yang tidak kita setujui, sesuatu yang begitu jelas, kita tidak bisa diam," kata Petkov.
Bulgaria saat ini adalah anggota Uni Eropa dan NATO.
Sikap Bulgaria ini berbeda dengan kebanyakan negara Balkan, yang merupakan satelit Komunis terdekat Uni Soviet selama era Perang Dingin merasakan kedekatan budaya dan sejarah yang kuat dengan Rusia.
Beberapa khawatir bahwa mengambil sikap yang sangat kuat terhadap invasi Rusia dapat merugikan Bulgaria, yang bergantung pada pasokan energi Rusia dan arus masuk turis ke resor musim panas Laut Hitam.
Presiden Bulgaria, Rumen Radev, mengatakan pergantian Menteri Pertahanan di tengah krisis militer tidak jauh dari itu berisiko dan koalisi yang berkuasa akan bertanggung jawab.
Bulgaria telah berjanji untuk memperkuat sayap timur NATO dan memimpin kelompok pertempuran yang bekerja sama dengan NATO, tetapi sebagian besar terdiri dari pasukan Bulgaria.
Analis mengatakan penggantian Yanev dapat memacu pengerahan lebih banyak pasukan sekutu NATO di Bulgaria.
"Bulgaria tidak akan berubah menjadi elang anti-Rusia di NATO, tetapi akan mengikuti nada yang ditetapkan oleh Petkov untuk menyuarakan lebih jelas posisi Bulgaria di NATO melawan agresi di Ukraina," kata komentator politik Ivo Indzhov.
Dikutip dari Euro News, Stefan Yanev memicu reaksi keras atas sebuah posting di Facebook di mana dia menyerukan kepada orang-orang untuk tidak menggunakan istilah perang secara enteng.
Sebaliknya, ia menyarankan agar serangan itu diberi label "operasi militer," menggemakan bahasa Presiden Rusia Vladimir Putin.
Baca juga: Rusia akan Melakukan Serangan Besar-besaran di Kiev Ibu Kota Ukraina, Ingatkan Warga Sipil Menjauh
Baca juga: Maxar Technologies Mampu Memata-matai Pergerakan Pasukan Militer Rusia Lewat Satelit WorldView
Yanev, yang menjabat sebagai perdana menteri sementara Bulgaria tahun lalu mengutuk "agresi yang tidak dapat diterima" Moskow.
Tetapi, Perdana Menteri Bulgaria, Kiril Petkov, mengonfirmasi pada hari Senin bahwa Yanev telah diberhentikan dari jabatannya.
Keputusan itu akan diratifikasi hari ini oleh ewan menteri luar biasa dan kemudian oleh parlemen pada hari Selasa (1/3/2022).
"Tidak ada menteri di pemerintahan ini yang berhak atas kebijakan luar negerinya sendiri, terutama di Facebook," kata Petkov dalam sebuah pernyataan .
"Tidak ada menteri yang bisa memberi tahu pemerintah bahwa masa tinggalnya adalah fungsi stabilitas kabinet," tambah Perdana Menteri.
"Pemerintah ini tidak akan mengejar stabilitas, itu akan mengejar tindakan yang benar dan posisi berprinsip."
LSM telah menyerukan pengunduran diri Yanev selama beberapa hari karena perilakunya yang tidak pantas.
Sementara sebuah petisi online telah mengumpulkan ribuan tanda tangan.
Petkov menambahkan bukanlah kepentingan nasional Bulgaria untuk diam atas invasi Rusia ke Ukraina dan menyatakan pemerintah harus dengan jelas menyatakan posisi yang mengutuk kebijakan dan tindakan ini.
"Ketika kita melihat bahwa satu negara Slavia menyerang negara Slavia lain dalam perang saudara, tanpa alasan yang jelas, kita harus menyatakan dengan jelas perang ini harus dihentikan," kata Petkov kepada wartawan, Senin.
Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina akan Meluas Secara Global, Tak Hanya Perang Militer Tapi Perang Dagang & Siber
Baca juga: Serangan Rudal Rusia Hantam Menara TV Kyiv Tewaskan Lima Orang
"Kami, sebagai UE, harus melakukan segala kemungkinan untuk mengakhiri ini," tambahnya.
Pada bulan Desember, Yanev enggan menyambut pasukan NATO di tanah Bulgaria, dengan alasan bahwa "ini akan meningkatkan ketegangan di kawasan".
Mantan jenderal militer itu juga merupakan sekutu dekat Presiden Bulgaria Rumen Radev dan sebelumnya menjabat sebagai wakil perdana menteri, sebelum diserahkan peran PM sementara April lalu selama beberapa bulan.
(Tribunnews.com/Yurika)