Iran dituduh kerahkan unit siber untuk memecah belah Israel dengan membentuk akun palsu Yahudi di Facebook
Iran dituduh membuat sejumlah akun disinformasi untuk menyasar kelompok Yahudi nasionalis dan ultra-religius Israel dengan akun palsu Yahudi
Erez Kreimer, mantan kepala divisi siber di badan keamanan domestik Shin Bet Israel, menyebut jaringan Aduk tidak profesional tetapi efisien.
Menurunya, pemerintah Iran melihat Israel sebagai target utama dalam upaya serangan siber mereka.
Kasus ini adalah yang terbaru dari serangkaian dugaan intervensi asing yang lebih luas di Israel.
Januari lalu, badan keamanan Israel melakukan beberapa penangkapan. Otoritas setempat memperingatkan tentang upaya Iran untuk menarik warga Israel menjadi mata-mata.
Sejak akhir tahun 2020, setidaknya lima kasus telah terungkap dugaan campur tangan Iran pada aplikasi perpesanan untuk menyusup dan mendorong protes anti-pemerintah di Israel.
Simin Kargar dari Dewan Atlantik menghubungkan upaya tersebut dengan perang bayangan yang lebih luas di Timur Tengah. Dia merujuk pembunuhan kepala ilmuwan nuklir Iran dan ledakan misterius di fasilitas nuklirnya.
Banyak yang mengaitkan mereka dengan Israel, tapi tidak pernah mengakui keterlibatan apa pun.
"Bagi Iran, cara untuk membalas Israel adalah dengan melakukan kampanye yang lebih subversif atau serangan siber untuk menunjukkan bahwa mereka tidak tinggal diam," kata Kargar.
"Mereka juga melakukan hal-hal untuk mengurangi ancaman tersebut. Tapi jelas dengan biaya yang lebih rendah karena standar untuk masuk jauh lebih rendah di ruang siber ini," tuturnya.
Tehilla Shwartz Altshuler dari Institut Demokrasi Israel menggambarkan ini sebagai bentuk intervensi asing yang murah.
"Biayanya yang lebih banyak keluar untuk meluncurkan rudal ke Lebanon daripada byte digital ke Israel," katanya.
Sementara itu, para peneliti FakeReporter menyerukan pemantauan yang lebih kuat oleh platform media sosi
"Kita perlu memahami bahwa jika negara dan jaringan sosial, teknologi besar, tidak melangkah maju dan meningkatkan keamanan dan membela hak-hak pengguna online, kita akan melihat lebih banyak infiltrasi politik dan ketidakpercayaan antara orang-orang," kata Schatz.
Perusahaan induk Facebook, Meta, menyebut mampu memperlambat upaya kelompok disinformasi Iran dan mencegah mereka membangun kembali audiens di platform yang sama.
"Mengingat sifat permusuhan dari ruang ini dan mengetahui bahwa aktor jahat ini akan selalu mencoba untuk kembali, kami akan tetap waspada dan mengambil tindakan yang diperlukan," begitu pernyataan Meta.
Sementara itu, seorang juru bicara Twitter berkata, "Akun yang dirujuk telah ditangguhkan secara permanen karena melanggar manipulasi platform dan kebijakan spam kami."
Telegram tidak menanggapi permintaan komentar.