Virus Corona
Pemimpin Afrika Sebut Negara-negara Kaya Munafik karena Berlakukan Pembatasan, Alih-alih Beri Vaksin
Afrika menuduh negara-negara kaya menjadi munafik karena memberlakukan pembatasan, alih-alih memberikan vaksin yang sangat dibutuhkan benua itu.
TRIBUNNEWS.COM - Para pemimpin negara-negara Afrika memberikan tanggapan terkait larangan perjalanan dari negara-negara di benua itu, yang diberlakukan oleh sejumlah negara guna mencegah penularan varian baru Covid-19, Omicron.
Afrika menuduh negara-negara kaya menjadi munafik karena memberlakukan pembatasan, alih-alih memberikan vaksin yang sangat dibutuhkan benua itu.
Transparasi ilmuwan Afrika Selatan dalam melaporkan varian yang awalnya terdeteksi di Botswana, justru membuat benua itu dicap sebagai kambing hitam.
Hal itu telah memicu kemarahan dari politisi Afrika dan pejabat kesehatan masyarakat, yang jengkel dengan kurangnya dukungan yang mereka terima dari negara-negara Barat.
Sikap Barat sekarang seperti mendiskriminasi negara-negara yang masih membutuhkan vaksin.
Baca juga: Pasca Varian Omicron Muncul, Banyak Anak di Afrika Selatan Positif Covid-19
Baca juga: Studi Awal di AS: Omicron Mungkin Memiliki Kode Genetik Virus Penyebab Flu Biasa
"Kita semua prihatin dengan varian Covid baru dan berterima kasih kepada ilmuwan Afrika Selatan karena telah mengidentifikasinya sebelum orang lain melakukannya," tulis Presiden Malawi Lazarus Chakwera dalam sebuah posting Facebook pada hari Minggu.
"Tetapi larangan perjalanan sepihak yang sekarang diberlakukan di negara-negara (Masyarakat Pembangunan Afrika Selatan) oleh Inggris, UE, AS, Australia, dan lainnya tidak beralasan. Tindakan Covid harus didasarkan pada sains, bukan Afrofobia," sambungnya.
Sementara itu, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan dalam sebuah pidato kepada bangsa bahwa dia sangat kecewa dengan apa yang dia lihat sebagai tindakan yang sama sekali tidak dapat dibenarkan oleh Barat.
Larangan bepergian tidak diinformasikan oleh sains, juga tidak akan efektif dalam mencegah penyebaran varian ini, katanya.
"Satu-satunya hal yang akan dilakukan larangan bepergian adalah untuk lebih merusak ekonomi negara-negara yang terkena dampak dan melemahkan kemampuan mereka untuk merespons dan juga pulih dari pandemi," kata Ramaphosa.
Selama konferensi pers bersama dengan Presiden Nigeria Muhammadu Buhari, Ramaphosa mendesak larangan pembatasan perjalanan itu untuk dibatalkan.
Sejalan dengan pemimpin negara itu, Menteri Pariwisata Afrika Selatan, Lindiwe Sisulu, mengutuk larangan tersebut dan memanggil pejabat Spanyol.
Dalam pidatonya di Majelis Umum Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Madrid pada hari Rabu, Sisulu mengatakan perwakilan Afrika Selatan tidak dapat menghadiri Majelis Umum UNWTO yang diadakan di Spanyol, karena pembatasan perjalanan.
Kemarahan Afrika atas pembatasan perjalanan juga menyebar secara internasional, di mana ratusan orang menyatakan kemarahan mereka di media sosial.
"Ini adalah konsekuensi negatif yang dapat diprediksi dari larangan perjalanan yang keliru (yang harus segera dibatalkan). Afrika Selatan pantas dipuji karena memperingatkan dunia, bukan hukuman," tulis Cendekiawan Senior Pusat Keamanan Kesehatan Johns Hopkins, Amesh Adalja di Twitter.
