Melihat Kehidupan Warga Myanmar yang Melarikan Diri ke Desa Perbatasan India
Pertempuran antara junta militer Myanmar dan pasukan oposisi dalam beberapa pekan terakhir membuat jumlah pengungsi yang melarikan…
Beberapa pengungsi yang sudah lebih dulu tiba di kamp-kamp pengungsian sejak militer mengambil alih negara kini telah memulai hidup baru dengan anggota keluarganya. Salah satu pengungsi mengaku rela menutup toko jahitnya di Myanmar dan memutuskan hidup bersama kakak dan ibunya di India.
Berbeda dengan orang dewasa yang tetap khawatir dengan situasi yang mereka hadapi, kaum muda justru tampak masih memiliki harapan bahwa kebebasan akan kembali ke negara mereka. Di kamp, mereka sering terlihat bermain satu sama lain atau sekadar menonton video di YouTube bersama.
Salah satu anak bernama Ian Len Sui yang diwawancara DW mengatakan bahwa yang ia inginkan ketika dewasa hanyalah kebebasan untuk tinggal di negaranya.
Kini sekitar 300 anak pengungsi telah mulai bersekolah di sekolah umum di Mizoram.
Rasa keterikatan yang kuat di antara warga lokal
Jauh sebelum kudeta militer terjadi di Myanmar, penyeberangan oleh warga melintasi perbatasan adalah hal biasa. Dua kelompok etnis di kedua sisi perbatasan – Mizos di India dan Chins di Myanmar- dianggap termasuk dalam kelompok etnis yang sama.
"Ada rasa saling pengertian,” kata seorang petugas YMA.
PC Lalremkunga, ketua dewan desa, mengatakan bahwa sebagian besar warga lokal Mizo akan tetap mendukung "saudara” mereka bahkan jika pemerintah India menentang kedatangan mereka.
Seorang warga desa mengatakan bahwa mereka akan membangun rumah untuk para pengungsi baru, meski hal itu bukan merupakan tugas yang mudah.
Meski begitu, bagaimana nasib para pengungsi yang tinggal di desa-desa perbatasan India ini ke depan hingga kini masih belum jelas.
(gtp/ha)