Ethiopia: Satu tahun terdiri dari 13 bulan, sekarang masih tahun 2014 dan ada desa komunitas Muslim pertama di luar Arab
Ethiopia memiliki sejarah yang panjang dan unik. Negara ini baru merayakan tahun baru 2014 pada 11 September lalu, kalender mereka tertinggal
Atas nasihat Nabi, sekelompok kecil sahabat hijrah ke kerajaan Aksum yang wilayahnya mencakup kawasan yang saat ini bernama Ethiopia dan Eritrea.
Di kerajaan yang dipimpin penguasa Kristen ini, para sahabat Nabi diterima dengan baik dan bisa menjalankan Islam tanpa gangguan.
Sekelompok kecil sahabat Nabi ini diyakini tinggal di desa bernama Negash, di wilayah yang saat ini dikenal dengan Tigray.
Mereka bermukim di Negash dan mendirikan masjid, salah satu yang tertua di Afrika. Tahun lalu, masjid al-Negashi dibom saat pecah pertempuran di Tigray.
Warga di Negash meyakini 15 sahabat Nabi dimakamkan di sini.
Dalam sejarah Islam, kepindahan sejumlah sahabat Nabi ke Aksum dikenal sebagai hijrah yang pertama sebelum hijrah ke Madinah pada tahun 622 Masehi.
Saat ini, sekitar 34% penduduk Ethipia -- dari total 115 juta jiwa -- memeluk agama Islam.
Tabut Perjanjian Nabi Musa
Warga Ethiopia meyakini Ark of the Covenant, tabut atau peti berisi lauh (kepingan batu) bertuliskan 10 Perintah Allah untuk bangsa Israel yang diwahyukan melalui Nabi Musa berada di negara mereka.
Gereja Ortodok Ethiopia mengatakan tabut tersebut berada di dalam bangunan Our Lady Mary of Zion Church dengan pengawalan yang sangat ketat dan tak seorang pun boleh melihatnya.
Dikisahkan, Ratu Sheba mengadakan perjalanan dari Aksum ke Jerusalem untuk menemui Raja Sulaiman pada sekitar tahun 950 SM.
Perjalanan dan pertemuan antara Ratu Sheba dan Raja Sulaiman dikisahkan di epik Kebra Nagast, salah satu karya sastra Ethiopia, yang ditulis pada abad ke-14.
Dikisahkan pula Ratu Sheba memiliki anak laki-laki yang diberi nama Menelik dan bagaimana beberapa tahun kemudian Menelik pergi ke Jerusalem untuk menemui sang ayah, Raja Sulaiman.
Sulaiman ingin Menelik menetap di Jerusalem dan menggantikannya sebagai penguasa saat ia meninggal, namun Menelik lebih memilih kembali ke Aksum.
Sulaiman setuju dan memberi izin Menelik pulang dengan pengawalan satu kafilah Israel, satu orang di antaranya mencuri tabut, dengan mengganti tabut asli dengan yang palsu.
Ketika Menelik mengetahuinya, ia setuju tabut ini tetap berada di Ethiopia, karena meyakini sebagai kehendak Tuhan.