Perubahan iklim: Mengapa kebijakan China soal iklim penting bagi negara lain, termasuk Indonesia?
Pertempuran global melawan perubahan iklim kemungkinan akan menang atau kalah di China.
Emisi karbon China sangatlah besar dan terus bertambah, menyebabkan emisi dari negara-negara lain seperti mengecil.
Para ahli sepakat bahwa tanpa pengurangan besar dalam emisi karbon oleh China, dunia tidak dapat memenangkan perang melawan perubahan iklim.
Presiden China Xi Jinping mengatakan negaranya akan menargetkan emisinya mencapai titik tertinggi sebelum 2030 dan netralitas karbon dicapai pada 2060.
Presiden Xi tidak menyebutkan bagaimana China akan mencapai tujuan yang sangat ambisius ini.
Pertumbuhan eksplosif
Sementara semua negara menghadapi persoalan dalam menurunkan emisinya, China menghadapi tantangan terbesar.
Emisi per orang China sekitar setengah dari AS, tetapi 1,4 miliar penduduknya yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang eksplosif telah mendorongnya jauh di depan negara lain dalam emisi keseluruhannya.
Baca juga:
- Cek fakta klaim AS dan China tentang lingkungan dan iklim
- Penambangan litium ramah lingkungan, 'demam emas' yang baru
- PM Singapura sebut ada 'kegelisahan cukup besar' tentang ketegangan AS-China
Cina menjadi penghasil karbon dioksida terbesar di dunia pada 2006 dan saat ini bertanggung jawab atas lebih dari seperempat emisi gas rumah kaca dunia secara keseluruhan.
Pergeseran dari batu bara
Menurunkan emisi China dapat dicapai, menurut banyak ahli, tetapi akan membutuhkan perubahan radikal.
Batubara telah menjadi sumber energi utama negara selama beberapa dekade, dan penggunaannya terus meningkat.
Baca juga:
- Penelitian: Perubahan iklim 'terlalu cepat' bagi sejumlah spesies
- Perubahan iklim: gagal menangani pemanasan global adalah tindakan 'bunuh diri'
- Perempuan yang menjadi saksi pelelehan gletser akibat perubahan iklim

Presiden Xi mengatakan China akan "mengurangi secara bertahap" penggunaan batu bara mulai 2026, tetapi pengumuman itu dikritik oleh sejumlah negara dan para pihak yang mengampanyekan pengurangan batu bara, karena tidak melangkah cukup jauh.
Para peneliti di Universitas Tsinghua di Beijing mengatakan China harus berhenti menggunakan batu bara sepenuhnya dalam menghasilkan listrik pada 2050, agar digantikan energi nuklir dan energi terbarukan.
Namun masih jauh dari upaya menutup pembangkit listrik tenaga batu bara, China saat ini tengah membangun yang baru di lebih dari 60 lokasi di seluruh negeri, di mana di banyak lokasi memiliki lebih dari satu pembangkit.