Thailand Terbelah: Giliran Demonstran Pendukung Kerajaan yang Turun ke Jalan
Juru bicara Kepolisian Thailand Yingyos Thepjumnong menyebutkan, semua kelompok yang berdemo akan diperlakukan sama.
TRIBUNNEWS.COM, BANGKOK - Puluhan loyalis Kerajaan Thailand mengadakan unjuk rasa di Bangkok pada Rabu (21/10/2020) untuk menghadapi aksi protes terhadap pemerintah dan monarki yang telah menarik puluhan ribu orang ke jalan.
Kelompok pengunjuk rasa anti-pemerintah juga mendesak para pendukung untuk kembali berdemonstrasi di hari ketujuh, dengan berkumpul pada pukul 4 sore waktu setempat.
Kaum royalis atawa pendukung monarki Thailand mengatakan, mereka tidak punya masalah dengan pengunjuk rasa yang menyerukan pencopotan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, tetapi mereka tidak boleh menyentuh Raja Maha Vajiralongkorn.
Baca juga: Polisi di Thailand Selidiki Media atas Liputan Protes, Diduga Ada Konten yang Pengaruhi Keamanan
"Saya mohon, lakukan apa yang Anda mau, tapi jangan menyentuh monarki," kata salah satu royalis Sirimongkol Ruampan kepada Reuters. “Saya menentang kekerasan. Saya mohon sekali lagi, jangan membawa monarki ke dalam politik".
Royalis, yang sebagian besar mengenakan pakaian kuning, warna Raja, menyatakan, kegiatan mereka tidak politis dan tidak tunduk pada larangan pertemuan lebih dari lima orang yang diberlakukan oleh pemerintah pekan lalu.
Baca juga: Polisi di Thailand Selidiki Media atas Liputan Aksi Protes
Juru bicara Kepolisian Thailand Yingyos Thepjumnong menyebutkan, semua kelompok yang berdemo akan diperlakukan sama.
“Kami siap untuk kejutan besar setiap hari,” katanya seperti dikutip Reuters. “Kami perlu menyeimbangkan penegakan hukum dengan perdamaian dan keamanan sosial, tidak peduli di aksi siapa”.
Kelompok royalis turun ke media sosial menggunakan tagar yang diterjemahkan sebagai #WeLoveTheMonarchy untuk menyatakan kesetiaan mereka. Tetapi, itu dibajak oleh pendukung anti-pemerintah yang mem-posting pesan anti-royalis.
Protes telah menjadi tantangan terbesar bagi Thailand selama bertahun-tahun dan telah menarik oposisi paling terbuka terhadap monarki dalam beberapa dekade, meskipun undang-undang lese majeste menetapkan hukuman penjara hingga 15 tahun karena menghina monarki.
Baca juga: Polisi di Thailand Selidiki Media atas Liputan Protes, Diduga Ada Konten yang Pengaruhi Keamanan
Media diberedel
Para pengunjuk rasa Thailand memberi hormat tiga jari saat lagu kebangsaan dimainkan di semua sudut Kota Bangkok, Selasa (20/10/2020).
Sampai Selasa, aksi demonstrasi anti-pemerintah masih terus bergulir di ibu kota Thailand ini.
Bahkan pemerintah juga memerintahkan saluran TV online untuk menghentikan liputannya tentang aksi, sebagaimana dilaporkan Al Jazeera.
Pihak berwenang memberlakukan tindakan pelarangan berkerumun lebih dari empat orang sejak Kamis lalu.
Kebijakan ini dirilis karena tensi demo anti-pemerintah dan monarki kian meningkat.
Baca juga: Polisi di Thailand Selidiki Media atas Liputan Protes, Diduga Ada Konten yang Pengaruhi Keamanan
Baca juga: Terima Wisatawan Asing, Thailand Resmi Buka Pariwisata Setelah 7 Bulan Terhenti Akibat Pandemi

Sayangnya meski tindakan represif hingga penangkapan puluhan peserta demo sudah dilakukan, penolakan masyarakat justru makin menjadi.
Dua pentolan aksi anti-pemerintah yakni Parit "Penguin" Chiwarak dan Panusaya "Rung" Sithijirawattanakul ditangkap pada Selasa.
Sempat dibebaskan dari pengadilan, mereka mendapat tuduhan baru terkait aksi demonstrasi.
"Ini bukan protes tanpa pemimpin, tapi semua orang adalah pemimpin,” kata Tattep "Ford" Ruangprapaikitseree kepada wartawan di mal Siam Paragon.
Kabinet Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha menyetujui sesi darurat parlemen minggu depan karena krisis ini.
Namun dia mengatakan tidak akan mundur seperti permintaan pengunjuk rasa.
Pendukung Prayuth memiliki mayoritas di parlemen.
Para pengunjuk rasa juga menginginkan perubahan pada konstitusi dan pengurangan kekuasaan monarki di bawah Raja Maha Vajiralongkorn.
Sebelumnya, pengadilan memerintahkan penangguhan Voice TV, saluran TV online yang kerap mengritik pemerintah.
Voice TV dinilai melanggar UU Kejahatan Komputer karena mengunggah informasi palsu, jelas jubir Kementerian Digital Putchapong Nodthaisong.
Pemimpin Redaksi Voice TV, Rittikorn Mahakhachabhorn mengatakan akan terus mengudara sampai perintah pengadilan tiba.
"Kami bersikeras bahwa kami telah beroperasi berdasarkan prinsip jurnalistik dan kami akan melanjutkan pekerjaan kami sekarang," katanya.
Voice TV adalah satu dari empat organisasi media yang diselidiki karena liputan mereka tentang gerakan protes yang terus berlanjut.
Banyak yang melaporkan protes secara langsung di Facebook dan platform media sosial lainnya.
Berita ini tayang di Kontan dengan judul: Hadapi pendemo, pendukung Raja Thailand turun ke jalan