Kisah Tragis Nodi, PSK yang Ditipu dan Dijual Ke Rumah Bordil Terbesar di Dunia
Nodi, nama samarannya baru berumur 14 tahun saat ia ditipu dan dijual ke rumah bordil terbesar di dunia
Beberapa wanita mengirim anak mereka hidup dengan anggota keluarga mereka atau di badan amal di luar rumah bordil tersebut.
Shurovi (22), lahir di rumah bordil Daulatdia dan sudah dikirim keluar dari lingkaran setan tersebut tetapi kembali ke rumah bordil dan menjadi PSK setelah pernikahannya hancur
Tindakan itu dilakukan karena mereka tidak ingin anak mereka terjerat dalam kehidupan kelam yang mereka rasakan.
Nodi mengatakan ia juga tidak memiliki kontak dengan anak laki-lakinya yang sekarang berumur 11 tahun.
Anaknya tumbuh dengan mantan mertuanya di Dhaka, yang menurut Nodil lebih baik demikian.
"Kami ingin anak-anak kami jauh dari kami agar mereka dapat menjadi manusia yang lebih baik daripada kami," ujar Nodi.
Biasanya, ada 3000 pria kunjungi rumah bordil tersebut setiap hari.
Banyak dari mereka adalah supir truk atau buruh yang mampir ke Daulatdia yang berdekatan dengan stasiun dan terminal feri sungai Padma.
Baca Juga: 340.000 Personel Dikerahkan, Inilah 25 Daerah yang Mulai Bersiap Menerapkan 'New Normal'
Lokasi Daulatdia di Bangladesh
Sungai Padma adalah sungai yang terkoneksi dengan sungai Gangga.
Saat sudah menginjak sore hari, wanita dan perempuan berdiri di lorong sempit saat para pria lewat.
Ketika negosiasi sudah komplit, klien masuk ke dalam kamar berukuran sempit yang terdiri dari ranjang corak mencolok dan lemari kecil.
Para pria tersebut membayar 2 dolar saja untuk setiap kepuasan yang mereka nikmati, atau sekitar Rp 28.000.
Jika mereka menginap mereka hanya perlu membayar 20 dolar atau sekitar Rp 280.000.
Nodi mengatakan awalnya ia bisa mendapatkan 60 dolar per hari, atau sekitar Rp 840.000, terkadang hanya Rp 280.000 dan terkadang ia tidak mendapatkan sepeserpun.
"Sekarang, semua bergantung kepada Tuhan."
Masing-masing penjaja seks di rumah bordil tersebut harus membayar uang sewa harian kepada muncikari mereka, yang menjadi perantara dengan lusinan tuan tanah di wilayah tersebut,
Saat ada perempuan datang lewat orang yang menjualnya, mereka dibanderol harga 200-300 dolar (Rp 2.800.000-4.200.000).
Kemudian mereka dipaksa membayar hutang tersebut kepada muncikari yang menampung mereka.