Virus Corona
Kata WHO Soal Krisis Virus Corona: Perjalanan Kita Masih Panjang
Krisis global virus corona tidak akan berakhir dalam waktu dekat, dengan banyaknya negara yang masih dalam tahap awal pertarungan
Di sana, para peneliti Universitas Stanford menemukan bahwa jumlah kasus positif virus corona sebenarnya sebenarnya 50 kali lebih tinggi daripada angka resmi yang diumumkan.
Ledakan kasus virus corona di seluruh Amerika Serikat telah membanjiri fasilitas perawatan kesehatan, dari bagian yang paling berkembang seperti New York City hingga wilayah asli Amerika di Navajo Nation di barat daya.
Di Navajo Nation, kekurangan air mengalir dan infrastruktur yang buruk telah membuat situasi di sana lebih buruk.
"Di sini, di tengah-tengah negara yang paling kuat di dunia, Amerika Serikat, warga kami tidak memiliki keran untuk mencuci tangan dengan sabun dan air," kata Presiden Navajo Nation Jonathan Nez.
WHO dan pakar kesehatan lainnya telah memperingatkan bahwa tindakan pencegahan yang ketat seperti lockdown harus tetap harus dilakukan sampai ada pengobatan atau vaksin yang layak untuk virus corona.
Sementara itu, hingga kini, belum ada obat yang direkomendasikan secara resmi untuk mengobati virus corona.
Bahkan, dua jenis obat yang sebelumnya dinilai potensial menangani virus corona. justru tidak memberikan efek yang signifikan.
Diberitakan Tribunnews sebelumnya, penelitian di China menemukan, obat HIV "Kaletra" dan obat influenza "Arbidol" tidak memiliki efek menyembuhkan pada pasien Covid-19 dengan gejala ringan ke cukup parah.
Seperti yang dilansir Forbes, Selasa (21/4/2020), studi tersebut merupakan penelitian acak kecil.
Hasil studi dipublikasikan di jurnal Med by Cell Press.
Ada 86 pasien virus corona yang dilibatkan dalam studi tersebut.
Sejumlah 34 pasien menerima Kaletra (lopinavir/ritonavir), 35 orang menerima Arbidol (umifenovir), dan 17 pasien lainnya hanya menerima perawatan suportif dan bantuan oksigen jika diperlukan.
Baca: Aparat Penegak Hukum Diminta Tindaklanjuti Keterangan Erick Thohir Soal Mafia Impor Alkes dan Obat
Para peneliti menemukan tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam jangka waktu perawatan atau keparahan gejala mereka berdasarkan obat yang mereka minum.
Bahkan, beberapa peserta yang menggunakan Kaletra memiliki efek samping gastrointestinal yang lebih buruk dibandingkan dengan kelompok terkontrol.

Studi lain tentang Kaletra, obat HIV yang diproduksi oleh AbbVie, yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine pada Maret, juga menyimpulkan obat itu tidak efektif.