Mengapa lebih banyak perempuan Inggris menjadi petani?
Petani kini merupakan profesi yang cukup banyak digeluti oleh perempuan di Inggris termasuk mereka yang berasal dari perkotaan, sementara mahasiswi
Petani kini merupakan profesi yang cukup banyak digeluti oleh perempuan di Inggris. Jumlah perempuan di pertanian kini 17%, meningkat dari 7% pada tahun 2007-2008 menurut survei tahunan Kantor Statitik Nasional Inggris.
Bukan cuma itu, pelajar perempuan di jurusan pertanian juga kini melampaui laki-laki, dengan dua perempuan untuk setiap laki-laki. Menurut Lembaga Statistik Pendidikan Tinggi, 64% pelajar bidang agrikultur angkatan 2017-2018, berjenis kelamin perempuan.
- 100 Perempuan: Buku-buku pelajaran sekolah melecehkan peran perempuan
- Fotografer yang memotret sosok-sosok perempuan 'misterius'
- Mengapa banyak sutradara perempuan 'dikucilkan' dari sejarah film?
Di antara petani perempuan itu adalah Hannah Jackson, 27 tahun, yang pindah dari Liverpool ke pedesaan di Cumbria untuk menjadi petani.
Ia berpikir jadi petani ketika usianya 20 tahun, saat melihat seekor domba dilahirkan.
"Saya belum pernah melihat yang seperti itu," katanya.

Enam tahun kemudian, ia mengelola pertanian kecil di Cumbria dengan 120 ekor domba. "Kini saya telah melihat kelahiran ribuan domba, tapi tetap saja menakjubkan," kata Hannah.
Namun itu tak selalu mudah. "Awalnya orang tak memberi kesempatan kepada saya untuk jadi petani. Saya perempuan, berasal dari kota, tak pernah mengelola pertanian sebelumnya. Banyak halangan yang harus saya atasi," kata Hannah.
Sekalipun perempuan banyak terlibat dalam pertanian di Inggris, menurut Hannah, peran mereka biasanya di latar belakang saja.
Kini, media sosial memungkinkan perempuan untuk tampil ke depan.

Hannah yang menyebut dirinya "Penggembala Merah" - dari warna rambutnya yang merah menyala - mempunyai 25.000 pengikut di Twitter dan 16.000 di Instagram.
Petani lainnya adalah Liz Haines yang bekerja sebagai petani susu di Shropshire. Ia menyatakan perempuan yang ingin jadi petani jangan mundur lantaran pekerjaan petani menuntut banyak kegiatan fisik.
Liz, 30 tahun, belajar Sastra Inggris di Oxford dan sempat bekerja di penerbitan di London sebelum memutuskan untuk bertani.
"Saya memang suka alam terbuka," katanya. "Tapi saya juga kutu buku. Maka ini perubahan besar bagi saya. Saya sendiri kaget ternyata saya mampu."

Ada persepsi negatif bahwa pertanian bukan untuk orang akademis. Liz menyatakan bahkan suaminya tak menyarankan ia bertani.