Misteri roket nuklir, senjata apa yang diuji coba Rusia di Laut Artik?
Informasi saling bertolak belakang muncul setelah misil Rusia yang tengah diuji coba meledak, menewaskan lima orang, dan meningkatkan radiasi
Lima insinyur nuklir Rusia tewas dalam ledakan roket, Kamis (08/08). Mereka dimakamkan di Sarov, kota tertutup yang berjarak 373 kilometer di sisi timur Moskwa.
Sarov adalah kota tempat pembuatan hulu ledak roket yang meledak tersebut.
Sementara itu, laporan resmi menyebut tiga insinyur Rusia lain yang terluka dalam kejadian itu kini dirawat di rumah sakit.
Badan Nuklir Rusia, Rosatom State Atomic Energy Corporation, membenarkan bahwa sejumlah tenaga ahli mereka tengah menguji mesin bertenaga nuklir. Namun tidak ada informasi yang lebih rinci terkait program itu.
Uji coba roket bermesin nuklir itu dilakukan di pangkalan Angkatan Laut Rusia di lepas pantai Laut Artik.
- Senjata yang membuka pintu pecahnya perang nuklir di dunia
- Bagaimana Putin mengubah humor jadi senjata pemerintah Rusia
- Mengapa Iran sengaja melanggar kesepakatan nuklir 2015?
Rusia baru-baru ini juga mencoba misil nuklir bernama Burevestnik. Meski begitu, otoritas Rusia tidak memaparkan secara detail sistem yang mereka terapkan dalam uji coba gagal itu.
Ledakan tersebut diikuti peningkatan radiasi selama 40 menit di Severodvinsk, kota yang berjarak 40 kilometer dari pusat kota Nyonoksa, basis uji coba roket Rusia.
Pejabat kota Severodvinsk menyatakan, radiasi di wilayah mereka mencapai 2 microsievert per jam, sebelum akhirnya kembali normal ke angka 0,11 microsievert.
Tingkat radiasi itu dianggap terlalu rendah untuk memicu gangguan kesehatan.

Beberapa pakar di Rusia dan negara Barat memperkirakan uji coba itu berkaitan dengan misil 9M730 Burevestnik, yang secara harafiah berarti burung laut.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyebut misil itu dalam pidatonya untuk parlemen, Maret 2018. Badan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) belakangan memberi nama SSC-X-9 Skyfall untuk misil tersebut.
Mark Galeotti, peneliti terkemuka Rusia di Royal United Services Institute, menilai tenaga penggerak nuklir dalam misil itu mengalami hambatan teknis.
"Ada pertentangan antara kecepatan dan bobot sistem. Risiko dari misil yang mengeluarkan radioaktif berhembus ke mana pun ia berhembus," kata Galeotti kepada BBC.
"Sistem baru ini merupakan pengembangan dari era Soviet. Mereka dikeluarkan dari rak penyimpan dan diberi sejumlah teknologi baru," tuturnya.