Sabtu, 4 Oktober 2025
Deutsche Welle

Cara Mengurangi Derita Anak Akibat Perpisahan Orang Tua

Orang tua mungkin saja punya alasan kuat untuk berpisah. Namun bagi anak-anak, ini adalah kehancuran dunia yang mereka kenal.

Perpisahan tidak seharusnya jadi malapetaka tanpa ujung bagi anak jika saja para orang dewasa yang terlibat tetap mengingat satu hal: mereka tetaplah orang tua.

Psikolog perkembangan Harald Werneck dengan jelas mengingat seorang anak berusia 12 tahun yang tidak mau memakan makan siangnya di sekolah. Padahal bekal makan siang itu telah dibungkus sang ayah untuknya.

Akibatnya, ayah anak itu sangat marah pada bocah tersebut sehingga ia menceraikan ibu sang bocah dan pergi - atau setidaknya, itulah yang dipikirkan bocah itu dalam benaknya.

Anak-anak memiliki perspektif tersendiri tentang perpisahan orang tua mereka. Mereka menarik kesimpulan yang mungkin tampak tidak masuk akal bagi orang dewasa, namun sangat masuk akal di mata anak tersebut. Dan kesalahan penafsiran ini ini terus melekat di benak mereka.

Jadi apa yang dapat dilakukan orang tua untuk membuat perpisahan jadi lebih mudah bagi anak-anak? Hal apa saja yang tidak boleh dilakukan, tidak peduli seberapa marah, sedih atau sakit hati para orang tua, jika hubungan mereka berantakan?

Tidak mesti jadi kabar buruk

Corinna, bocah berusia sembilan tahun, mengatakan dia menikmati "pagi yang cukup teratur" sampai suatu saat sang ibu memintanya datang ke ruang tamu. Di situlah dia diberi tahu bahwa ayahnya akan pergi. Hari itu juga.

Corinna mengatakan kalau dia kalut, takut, dan dia tidak mengerti apa yang tengah terjadi.

Namun bukankah ini normal dialami anak-anak yang orang tuanya berpisah? Bukankah itu selalu merupakan pengalaman yang buruk?

"Tidak," ujar psikolog dan terapis keluarga Beatrice Wypych. "Jika orang tua sudah sering bertengkar ketika masih bersama, perpisahan sebenarnya dapat membuat segalanya jadi lebih santai," katanya kepada DW.

Para orang tua yang terus-menerus bertengkar satu sama lain akan meracuni suasana di rumah, kata Wypych. Mereka begitu sibuk dengan kondisi mereka sendiri sehingga pada dasarnya melupakan anak-anak mereka.

Setelah hubungan itu berakhir dan konflik yang sudah berlangsung lama juga usai, para ibu dan ayah bisa fokus lagi kepada anak-anak mereka.

Kamu tidak bersalah!

Namun banyak anak tidak mendapatkan informasi latar belakang yang cukup. Mereka memang bisa merasakan ketegangan atau permusuhan di antara orang tua mereka, tetapi tidak mengerti sumbernya.

"Jika Anda tidak berkomunikasi dengan anak-anak Anda," kata Wypych, "mereka dibiarkan sendiri dengan perasaan mereka dan mencoba untuk memahami hal itu sendiri."

Anica., sekarang berusia 28 tahun, orang tuanya juga sering bertengkar sebelum berpisah. "Ibuku selalu sedih," katanya. "Dan sebagai seorang anak, kamu pikir kaulah yang harus disalahkan atas (keadaan) itu."

Halaman
123
Sumber: Deutsche Welle
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved