Minggu, 5 Oktober 2025

Mencari kebenaran di kamp 're-edukasi' Muslim Uighur di China

China dituduh memenjarakan Muslim Uighur di dalam kamp — tuduhan yang mereka bantah. BBC masuk ke dalam salah satu kamp tersebut.

Wilayah Xinjiang di China adalah rumah bagi jutaan etnis Uighur Muslim yang telah tinggal di sana selama puluhan tahun. Kelompok-kelompok HAM mengatakan ratusan ribu orang telah ditahan di kamp-kamp tanpa melalui pengadilan, tapi China mengklaim bahwa mereka secara sukarela menghadiri pusat-pusat kegiatan yang melawan "ekstremisme". BBC masuk ke dalam salah satu kamp itu.

Saya pernah berkunjung ke salah satu kamp.

Tapi saya hanya bisa melihat sekilas kawat berduri dan menara pengawas dari dalam mobil yang sedang lewat, sementara petugas polisi berpakaian preman yang mengekor kami berusaha menghentikan kami melihat lebih dekat.

Kali ini, saya diundang ke dalam.

Risiko menerima undangan ini jelas. Kami dibawa ke tempat-tempat yang tampaknya telah dipermak dengan hati-hati. Gambar satelit mengungkap bahwa banyak infrastruktur keamanan baru saja disingkirkan.

Dan satu demi satu orang-orang yang kami ajak bicara di dalam, beberapa di antara mereka tampak gugup, menceritakan kisah-kisah yang serupa.

Bangunan kamp
BBC
Bangunan kamp dengan pengamanan ketat di Xinjiang.

Semuanya adalah bagian dari kelompok etnis terbesar dan mayoritas Muslim di Xinjiang — Uighur. Mereka berkata telah "terinfeksi ekstremisme" dan mengajukan diri untuk "mengubah pikiran" mereka.

Inilah narasi China dari mulut orang-orang yang dipilih untuk kami, dan mereka mungkin berada dalam bahaya jika dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Apa konsekuensinya jika mereka kelepasan berbicara? Bagaimana kita bisa memisahkan dengan cermat antara kenyataan dan propaganda?

Para radikal yang terlahir kembali

Ada banyak preseden untuk dilema liputan seperti ini.

Misalnya tur pers yang sangat terorganisir di penjara Abu Ghraib yang dikelola AS di Irak pada tahun 2004, menyusul skandal penganiayaan. Reporter digiring menjauh dari para tahanan yang berteriak-teriak minta suara mereka didengar, beberapa orang berteriak sambil melambaikan kaki palsu mereka.

Atau akses media yang jarang dan terbatas pada pusat detensi imigrasi Australia.

Dan pada tahun 1930-an dan 1940-an, Jerman mengadakan kunjungan media ke Sonnenburg dan Theresienstadt, yang dirancang untuk menunjukkan betapa "manusiawinya" mereka.

Dalam semua situasi tersebut, reporter menyaksikan cerita yang sangat penting bagi dunia, tapi dipaksa memberitakannya dengan akses yang terbatas atau dikontrol dengan ketat kepada pihak-pihak yang paling terdampak olehnya.

Halaman
123
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved