Pengungsi Pulau Manus membeberkan ketakutannya sebelum dikeluarkan paksa dari tahanan imigrasi
Pencari suaka dan pengungsi yang tinggal di tahanan imigrasi Pulau Manus, Papua Nugini membeberkan kecemasan, karena sewaktu-waktu bisa dipaksa
Pencari suaka dan pengungsi yang tinggal di tahanan imigrasi Pulau Manus, Papua Nugini membeberkan kecemasan, karena sewaktu-waktu bisa dipaksa keluar dari kamp tahanan tersebut.
Ini merupakan dampak dari putusan Pengadilan Papua Nugini yang menetapkan untuk tidak melanjutkan memberikan layanan dasar kepada para penghuni kamp pengungsi Pulau Manus. Kamp itu dulu dibangun dan dikelola oleh Australia, namun sekarang ditutup.
Sejumlah pengungsi telah dipindahkan ke tiga pusat transit, sementara 400 orang tetap berada di sana, kendati sudah tak ada listrik, air bersih, dan pasokan makanan.
BBC berbicara dengan dua pengungsi yang masih berada di lokasi pusat penahanan Manus untuk memahami bagaimana perasaan mereka menjelang batas waktu pengusiran.
- Australia akan tutup pusat penahanan pencari suaka Pulau Manus
- Perahu pencari suaka masuki wilayah Australia
- Bocoran dokumen ungkap siksaan di pusat tahanan pencari suaka Nauru
'Kita tidak tahu apa yang akan terjadi'
Walid Zazai sudah tinggal di Pulau Manus sejak empat tahun lalu.
"Banyak orang yang ketakutan," ujarnya kepada BBC. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok."
"Saya sangat takut. Saya tidak tahu kapan mereka akan datang, mungkin subuh nanti, kami tidak tahu.
"Kami tak bisa tidur normal pada malam hari -kami giliran tidur untuk berjaga-jaga ketika yang lain tidur selama satu jam atau dua jam.
"Kami tidak tahu apa yang akan terjadi nanti."
Australia menahan para pencari suaka yang tiba dengan perahu di kamp tahanan di Pulau Manus dan Nauru, sebuah negara kecil di Pasifik.
Pemerintah Australia berkesikukuh untuk tidak membiarkan para pengungsi dan pencari suaka ini untuk masuk ke Australia. Mereka beralasan, hal itu akan mendorong semakin banyak perdagangan manusia yang brujung pada banyaknya orang tewas di laut.
Pada 1 November lalu, badan pengungsi PBB, UNHCR, mengatakan bahwa lokasi-lokasi baru belum siap untuk ditinggali, sementara Human Rights Watch telah memperingatkan bahwa pengungsi menghadapi "kekerasan yang tidak terkendali" dari masyarakat setempat.
- Rahasia pusat penahanan imigrasi Australia
- UNHCR: Kebijakan Australia soal pengungsi tidak bisa diterima
- Mahkamah Australia legalkan penahanan di Nauru
"Kami mengalami sendiri di masa lalu saat kami datang ke kota dan banyak dari kami yang dipukuli," kata Zazai.