Investigasi di Markas Abu Sayyaf
Menerobos Zona Merah Abu Sayyaf
Bagaimana kisah suksesnya jurnalis Indonesia ini tembus ke Sulu? Berikut laporan lansungsug dari Sulu.
Laporan Kompas TV dari Lokasi Penyekapan Sandera Abu Sayyaf (1)
TRIBUNNEWS.COM -- EMPAT belas Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi sandera kelompok milita Abu Sayyaf di Filipina, hingga kini belum diketahui nasibnya. Wartawan Kompas TV Fristian Griec Humalanggi, berhasil menerobos ke zona merah di Sulu, basisnya para milisi.
Bagaimana kisah suksesnya jurnalis Indonesia ini tembus ke Sulu? Berikut laporan lansungsug dari Sulu.
Beberapa tentara dan polisi memegang senjata berlaras panjang tampak telah bersiaga di pelabuhan. Kapal yang membawa kami perlahan merapat.
Pintu kapal dibuka, kami pun ikut mengantre untuk keluar. Tatapan tajam tentara dan polisi bersenjata laras panjang membuat jantung saya berdegup kencang.
Ya, pelabuhan Jolo, ibukota Provinsi Sulu di Filipina bagian Selatan ini memang disinyalir menjadi pintu keluar-masuk kelompok milisi Sbu Sayyaf. Sulit mengidentifikasi anggota milisi Abu Sayyaf karena memang mereka kebanyakan adalah penduduk lokal di Sulu.
Bisa jadi anggota Abu Sayyaf adalah mereka yang duduk sederet dengan bangku kami saat di kapal tadi atau bisa jadi pula mereka yang berdiri di antara kerumunan orang di tepian dermaga. Saya dan juru kamera Dimas Baskoro sepakat untuk tak saling bicara karena bisa jadi mereka bisa mengenali kami sebagai orang asing selain dari penampilan juga bahasa.
Aroma pantai yang menyengat seperti beradu dengan rasa takut. Tapi, adanya informasi bahwa 14 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang disandera ada di Sulu menguatkan tekad kami untuk menginjakkan kaki di sarang kelompok milisi Abu Sayyaf yang terkenal selalu mengincar warga negara asing untuk diculik dan kemudian meminta uang tebusan.
Otoritas militer Filipina telah menetapkan provinsi Kepulauan Sulu sebagai 'zona merah' karena pulau ini diduga kuat menjadi basis utama Abu Sayyaf. Operasi militer besar-besaran pun dilakukan untuk menyelamatkan para sandera dari tangan mereka.
Kami pun bergegas menuju Kway-kway, sejenis bajaj yang mangkal tak jauh dari dermaga. Police office saya singkat kepada sang pengemudi. Bajaj butut itu pun melaju. Kantor polisi ternyata hanya terletak sekitar 200 meter dari pelabuhan.
Saya dan Bang Dimas - sapaan akrab saya kepada juru kamera yang ditugaskan bersama saya ke Filipina Selatan ini sama sekali tak saling bicara sampai kemudian kami tiba di kantor polisi.
Dalam bahasa Inggris dengan dialek bahasa lokal yang kental, Sersan Sitin - anggota polisi yang menerima kami mengaku sangat panik. Bagaimana bisa ada jurnalis asing masuk ke Sulu.
Ia pun lantas berkali-kali menelepon atasannya untuk berkoordinasi. Paspor kami diperiksa. Sekitar 30 menit kemudian kami baru diantarkan ke kantor polisi setingkat Polres di Jolo.
Di Polres Jolo, kami diterima oleh sersan Aiman Kamlon yang lagi-lagi mempertanyakan keberanian kami ke Sulu.
Saya pun menjelaskan alasan kami kepadanya. Tak mudah untuk meyakinkan Sersan Kamlon untuk mengizinkan kami mengambil gambar di Sulu. Eskalasi operasi militer semakin meningkat sejak Kamis 21 April 2016 malam.
Penduduk lokal di sejumlah wilayah di Sulu telah dievakuasi ke lokasi yang relatif aman untuk menghindari jatuhnya korban jiwa akibat kontak senjata antara tentara Filipina dengan anggota Abu Sayyaf.