Selasa, 30 September 2025

Kaleidoskop 2015

ISIS Sepanjang 2015: Dari Kekerasan Hingga Islamofobia

Tak hanya korban nyawa, tetapi juga korban secara material

Penulis: Ruth Vania C
Tribunnews/Herudin
Puluhan jurnalis berunjuk rasa mengecam pembunuhan wartawan Amerika Serikat oleh Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), di sekitar Bundaran HI, Jakarta Pusat, Jumat (5/9/2014). Mereka menilai tugas jurnalis harus dilindungi dan tindakan ISIS merupakan kejahatan yang harus dihentikan. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Di bulan yang sama, sebelumnya kelompok tersebut pada 13 Mei 2015 juga mengatakan telah melakukan serangan penembakan yang menyasar sebuah bis yang mengangkut sekitar 60 muslim Syiah di Karachi, Pakistan, menewaskan setidaknya 45 orang.

Penyerangan di masjid Syiah juga terjadi di Kuwait pada 26 Juni 2015 yang sama-sama terjadi saat salat Jumat. Aksi bom bunuh diri yang kemudian diklaim oleh ISIS itu dilaporkan menewaskan 27 orang dan mencederai setidaknya 227 orang.

Ramadan penuh kebrutalan

Bahkan hingga di bulan Ramadan pun ISIS layaknya tak pernah 'berpuasa' untuk melakukan aksi kekerasan.

Meski ibadah puasa memang dianggap penting untuk ditunaikan umat Islam di bulan suci itu, respon dan tindakan ISIS dalam memberi sanksi terhadap pelanggaran berpuasa dinilai kasar dan brutal.

Seperti yang diberitakan pada 23 Juni 2015, dua bocah laki-laki di Suriah dihukum gantung oleh militan ISIS lantaran dituduh kedapatan makan di siang hari, saat warga lainnya berpuasa.

Lengan kedua bocah itu diikat dan digantung selama beberapa jam di sebuah tiang kayu.

Selain itu, kelompok itu pun dikatakan melakukan aksi pemenggalan terhadap dua wanita di Suriah, yang dinyatakan oleh Observatorium HAM Suriah pada 30 Juni 2015 sebagai kali pertama bagi ISIS mengeksekusi wanita melalui cara dipenggal.

Sebelumnya, ISIS biasanya mengeksekusi wanita melalui cara dirajam sampai meninggal dunia, seperti yang pernah dilakukan untuk hukuman atas tuduhan zina.

Peristiwa pemenggalan yang terjadi pada 28 Juni 2015 itu kali ini atas tuduhan praktek perdukunan dan sihir.

Tampung pengungsi

Kekejian, kebrutalan, dan peperangan yang kerap terjadi di Irak, Suriah, dan sekitarnya itu kemudian membuat berjuta warga setempat mengungsi dan meninggalkan negaranya untuk mengadu nasib di negara lain.

Tempat yang menjadi tujuan adalah Eropa, di mana menurut para pencari suaka itu hidup di sana lebih terjamin bagi diri dan keluarganya.

Itulah yang kemudian membuat Eropa dibanjiri oleh imigran, yang masuk baik secara legal maupun ilegal, sampai Uni Eropa kewalahan menangani arus masuk imigran yang membludak itu.

Selama September 2015, sejumlah negara Barat mulai beramai-ramai menyatakan kesediaannya menampung pengungsi.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved