Di Balik Lembaran Kain Jumputan Dea Modis: Lakoni Proses Tradisional dan Terapkan Zero Waste
Dea Modis 15 tahun menekuni kain jumputan tradisional, terapkan Zero Waste dan jadi UMKM binaan Yayasan Astra.
TRIBUNNEWS.COM - Sudah 15 tahun, UMKM Dea Modis yang dirintis Tuliswati (64) konsisten mengembangkan kain jumputan khas Kampung Tahunan, Kapanewon Umbulharjo, Yogyakarta.
Meski tren mode terus berubah, Tulis -sapaan akrabnya- masih setia melakoni proses pembuatan kain jumputan secara tradisional dan handmade.
Pertama, Tulis terlebih dahulu membuat desain atau pola pada selembar kertas. Kemudian gambar pola dipindahkan dari kertas ke kain menggunakan pola dasar atau "mal".
Kain diletakkan di atas pola kertas, lalu pola tersebut akan menembus kain dan dapat 'diblat' menggunakan pensil. Setelah semua pola selesai dijiplak, masuklah pada proses jumput di mana pada bagian tertentu dari kain diikat menggunakan benang jeans.
"Kami memilih benang jeans karena lebih kuat dan fleksibel ketimbang rafia atau karet," ujar Zuha Udia Vanesi (32), putra bungsu Tulis yang ikut mengelola Dea Modis kepada Tribunnews.com, Kamis (21/8/2025).
Kain yang sudah selesai dijumput, lanjutnya, lantas dicelupkan ke dalam larutan pewarna lalu dijemur di bawah terik matahari. Pada bagian yang tidak diikat akan memiliki warna, sedangkan bagian yang diikat akan tetap putih.
Usai kering, ikatan dilepas atau 'didedel' kemudian dicuci sebanyak 2-3 kali dan disetrika sebelum dikreasikan menjadi produk fashion seperti baju, vest, dan lainnya.
"Saat ini, kami fokus memproduksi kain jumputan dengan warna dasar merah, biru, dan hitam. Sementara motif paduannya, yang paling cocok jumputan dikombinasikan dengan lurik," kata Zuha.

Terapkan Zero Waste
Selama proses produksi, Tulis menerapkan prinsip zero waste. Pada tahun 2016, Dea Modis sudah memiliki pengolahan limbah sendiri, sehingga tidak akan mencemari lingkungan sekitarnya.
Potongan kain sisa dari proses penjahitan akan dikreasikan menjadi produk aksesori. Kain perca yang berukuran besar akan dibuat menjadi obi atau belt.
Sementara kain perca yang agak kecil akan dijahit lagi menjadi aksesori pita atau anting-anting. Terakhir, kain perca yang berbentuk kotak dan panjang akan 'disulap' menjadi hangtag dan price tag atau label merek dan harga.
Baca juga: Kiprah Tuliswati Bangun UMKM Dea Modis, Gerakkan Perempuan Tahunan Lewat Kain Jumputan
"Pada kain yang cacat, hasil warnanya nggak jadi, atau motifnya nggak keluar, akan dijahit sendiri oleh ibu dan dipakainya. Dan ini menjadi personal branding dari Ibu yang setiap ada kesempatan dan ke mana pun selalu memakai baju dari kain jumputan," ungkap Zuha.
Bekas benang jeans pun tak terbuang percuma. Dea Modis 'menyulapnya' menjadi wadah jarum pentul serta lap cempal.
"Hampir seluruh perca bermanfaat dan zero waste. Semua ada nilai ekonominya sampai sekecil apapun bisa dijual lagi," tambahnya.
Zuha mengungkapkan, apa yang dilakukan Dea Modis ini sebagai hasil pendampingan dan pelatihan yang pernah didapatkan dari Yayasan Astra - Yayasan Dharma Bhakti Astra. Ya, Dea Modis merupakan satu dari 155 UMKM di Yogyakarta yang menjadi UMKM binaan Yayasan Astra.

Selain Dea Modis, Yayasan Astra yang didirikan William Soeryadjaya pada 2 Mei 1980 juga telah membina sebanyak 13.663 UMKM. Per tahunnya, jumlah UMKM yang aktif dibina oleh Yayasan Astra sejumlah 2.000-an UMKM.
Yayasan yang memiliki filosofi 'Berikan Kail Bukan Ikan' ini merupakan salah satu pelaksana Corporate Social Responsibility (CSR) PT Astra International Tbk sekaligus perwujudan cita-cita Astra "Sejahtera Bersama Bangsa".
Zuha menjelaskan, aksi Yayasan Astra kepada usaha sang ibu memiliki dampak yang sangat besar. Salah satu yang paling terasa adalah pelatihan 5R.
5R yang terdiri dari Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin merupakan suatu cara untuk mengatur atau mengelola tempat kerja menjadi tempat kerja yang lebih baik secara berkelanjutan.
"Kami bahkan sampai ikut dua kali pelatihan 5R demi mendapatkan hasil yang maksimal. Kalau hanya sekali, masih seperti ngawang atau belum ada bayangan seperti apa penerapannya. Setelah dua kali ikut pelatihan, baru sadar, baru ngeh, ternyata bisa kok dibenahi pelan-pelan tempat produksi dan jalannya proses produksi, termasuk penerapan zero waste," jelas Zuha.
Sementara itu, pihak Yayasan Astra dalam keterangan tertulis yang disampaikan kepada Tribunnews.com, Rabu (3/9/2025) mengaku sangat senang mendengar, program pelatihan dan pendampingan 5R telah dirasakan begitu mengena dan transformatif oleh Dea Modis.
Ini adalah bukti nyata dari komitmen Yayasan Astra untuk tidak hanya sekadar memberikan program, tetapi juga menciptakan dampak jangka panjang yang berkelanjutan.
Yayasan Astra memandang 5R bukan hanya sebagai metode untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, tetapi juga sebagai fondasi mentalitas bagi para pelaku UMKM.
"Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, kami melihat UMKM mulai menumbuhkan semangat perbaikan berkelanjutan dan inovasi. Mereka tidak lagi hanya berfokus pada hasil akhir, tetapi juga pada proses yang rapi dan terstruktur, yang pada akhirnya memicu pertumbuhan yang lebih signifikan," tulisnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.