Senin, 29 September 2025

Nilai Ekspor Industri Kayu Olahan 3,73 Miliar Dolar AS di 2024

Industri pengolahan kayu Indonesia menyumbang 2,25 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pengolahan nonmigas.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
handout
INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU - Acara pembukaan The International Furniture Manufacturing Components and Woodworking Machinery Exhibition (IFMAC & WOODMAC) | interzum Jakarta | International Hardware Fair Indonesia (IHF) 2025 di Jakarta, Rabu (24/9/2025).  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Industri pengolahan kayu Indonesia menyumbang 2,25 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pengolahan nonmigas, dengan kinerja ekspor mencapai 3,73 miliar dolar AS di 2024.

Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Jali Ardika, menyampaikan hal itu saat membuka The International Furniture Manufacturing Components and Woodworking Machinery Exhibition (IFMAC & WOODMAC) | interzum Jakarta | International Hardware Fair Indonesia (IHF) 2025 di Jakarta, Rabu (24/9/2025).

“Industri kayu olahan dan furnitur merupakan sektor hilir bernilai tambah tinggi. Selain mendukung pasar domestik, sektor ini berkontribusi nyata pada perekonomian melalui kinerja ekspor,” ujarnya.

Sementara itu, industri furnitur (KBLI 31) pada 2024 mencatat kontribusi 1,15 persen terhadap PDB pengolahan nonmigas, dengan ekspor senilai 1,61 miliar dolar AS.

Menurut Putu, pasar kayu olahan Indonesia masih sangat potensial. Permintaan terus meningkat untuk proyek konstruksi, infrastruktur, dan bahan baku furnitur.

“Di sisi furnitur, tren global menunjukkan permintaan produk yang ramah lingkungan, multifungsional, modular, serta terintegrasi teknologi. Pemasaran digital berbasis Augmented Reality (AR) semakin populer, sementara 3D printing membantu efisiensi desain dan biaya produksi,” katanya.

Tantangan Industri

Meski prospek cerah, industri furnitur dan kayu olahan menghadapi sejumlah tantangan. Antara lain hambatan logistik ekspor akibat kondisi geopolitik, regulasi lingkungan ketat di negara tujuan seperti European Union Deforestation Regulation (EUDR), kebijakan Non-Tariff Barriers (NTBs), tarif resiprokal AS, serta meningkatnya impor furnitur logam dan plastik.

“Isu keamanan investasi juga menjadi perhatian,” kata Putu.

Baca juga: Pemerintah Perlu Turunkan Bea Masuk Mesin Produksi untuk Genjot Daya Saing Industri Kayu Olahan 

Untuk menjaga daya saing, Kemenperin menjalankan program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Industri Pengolahan Kayu sejak 2022. Program ini memberikan reimburse hingga 30 persen untuk mesin produksi lokal bersertifikat TKDN dan 15 persen untuk mesin impor.

Hingga kini, 33 perusahaan telah memanfaatkan program tersebut dengan total fasilitasi Rp20,6 miliar. Dampaknya, efisiensi proses meningkat rata-rata 11 persen pada 2023, mutu produk naik 21 persen, dan produktivitas bertambah 24%.

Selain itu, pemerintah juga mendukung industri melalui fasilitasi bahan baku, pengembangan SDM, akses pembiayaan, hingga insentif fiskal seperti tax allowance, tax holiday, dan super deduction tax.

Baca juga: Kayu Olahan Indonesia Tembus Pasar Eropa dan Timur Tengah

Putu berharap ajang ini menjadi momentum bagi industri kayu olahan dan furnitur untuk mengakses teknologi efisien, hemat energi, dan berkualitas tinggi, sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan ekspor nasional.

Presiden Direktur PT Wahana Kemalaniaga Makmur, Rini Sumardi, menyebut jadi ajang menyatukan inovator global dengan keahlian lokal. 

“Kami mendorong kemajuan teknologi dan pertumbuhan berkelanjutan, memposisikan Indonesia sebagai pemimpin global,” katanya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia (ISWA), Wiradadi Soeprayogo, menambahkan bahwa industri perkayuan menuntut solusi produksi semakin canggih. 

 

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan