Sabtu, 4 Oktober 2025

Bandel, Lima dari 20 Industri Tekstil Anggota APSyFI Tak Patuh Laporkan Aktivitas Produksi

Kemenperin menekankan pentingnya transparansi, kepatuhan administratif dan konsistensi strategi industri tekstil nasional, khususnya di sektor hulu.

Penulis: Lita Febriani
Editor: Choirul Arifin
WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
LIMA PERUSAHAAN TAK LAPOR - Suasana pameran industri tekstil dan garmen Indo Intertex 2023 di Hall C1, JIExpo, Kemayoran, Jakarta. Kemenperin menekankan pentingnya transparansi, kepatuhan administratif dan konsistensi strategi bagi industri tekstil nasional, khususnya di sektor hulu yang berada di bawah naungan Asosiasi Produsen Benang Serat dan Filamen Indonesia (APSyFI). 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menekankan pentingnya transparansi, kepatuhan administratif dan konsistensi strategi industri tekstil nasional, khususnya di sektor hulu yang berada di bawah naungan Asosiasi Produsen Benang Serat dan Filamen Indonesia (APSyFI).

Filamen adalah istilah umum untuk struktur atau material yang tipis, panjang, dan berbentuk seperti benang, yang dapat berupa benang fisik seperti pada kain, serat biologis dalam sel, atau bahan baku untuk pencetakan 3D.

Berdasarkan data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), tingkat kepatuhan pelaporan industri anggota APSyFI masih rendah. Dari 20 perusahaan anggota, hanya 15 yang melaporkan aktivitas industrinya, sementara 5 lainnya tidak menyampaikan laporan.

"Masih ada perusahaan besar anggota Apsyfi yang tidak melaporkan kinerjanya sama sekali. Padahal, kewajiban pelaporan ini adalah bentuk akuntabilitas industri kepada negara. Minimnya komitmen administratif justru melemahkan posisi asosiasi yang mengklaim sebagai garda depan tekstil nasional," tutur Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (23/8/2025).

Kemenperin juga mencatat adanya anomali pada kinerja industri anggota APSyFI. Di tengah desakan asosiasi agar pemerintah memperketat impor, justru terjadi lonjakan signifikan impor yang dilakukan oleh anggotanya sendiri.

Data menunjukkan, volume impor benang dan kain oleh perusahaan anggota APSyFI meningkat lebih dari 239 persen dalam setahun, dari 14,07 juta kilogram di tahun 2024 menjadi 47,88 juta kilogram pada 2025.

"Ada anggota APSyFI yang memanfaatkan fasilitas kawasan berikat maupun API Umum sehingga bebas melakukan impor besar-besaran. Di satu sisi, mereka menuntut proteksi, namun di sisi lain aktif menjadi importir. Ini jelas kontradiktif dengan semangat kemandirian industri," ujar Febri.

Selama ini, pemerintah telah memberikan sejumlah perlindungan fiskal bagi industri hulu tekstil, antara lain Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) Polyester Staple Fiber (PSF) yang berlaku sejak 2010 hingga 2027, BMAD Spin Drawn Yarn (SDY) hingga 2025, Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) Benang dari serat sintetis hingga 2026, serta BMTP Kain yang berlaku sampai 2027.

"Artinya, industri anggota APSyFI selama ini sudah menikmati keuntungan ganda, yaitu proteksi tarif sekaligus fasilitas impor. Namun, sayangnya tidak diimbangi dengan investasi baru maupun modernisasi teknologi," jelas Febri.

Kemenperin juga menyoroti risiko besar apabila usulan penerapan BMAD dengan tarif 45 persen dijalankan sesuai perhitungan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).

Baca juga: Tarif Impor AS Jadi 19 Persen, Industri Tekstil Minta Pemerintah Harmonisasi Regulasi Perdagangan

Menurut Febri, kebijakan itu bisa berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga 40.000 pekerja di industri hilir. "Ini akan menjadi tragedi nasional. Sedangkan potensi PHK di sektor hulu yang jauh lebih kecil masih bisa dimitigasi melalui optimalisasi serapan lokal," imbuhnya.

Meski demikian, sektor tekstil nasional pada kuartal I dan II 2025 tetap mencatat pertumbuhan positif di atas empat persen.

Baca juga: Industri Tekstil Minta Pemerintah Gerak Cepat Negosiasi Turunkan Tarif Impor Amerika 32 Persen

"Kemenperin berharap asosiasi industri dapat melihat kebijakan pemerintah secara objektif. Justru di tengah pertumbuhan ini, yang dibutuhkan adalah kolaborasi dan kepatuhan, bukan narasi yang menyesatkan publik," ujar Febri.

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved