Jumat, 3 Oktober 2025

Pertumbuhan Ekonomi

DPR: Pertumbuhan Ekonomi 5,12 Persen Tunjukkan Kembalinya Kepercayaan Publik dan Investor

Proses terjadinya pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti investasi, kualitas sumber daya manusia, inovasi teknologi.

Dokumentasi DPD RI
PERTUMBUHAN EKONOMI - Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun. Ia menyebut sejumlah langkah Presiden Prabowo melalui tim ekonominya mulai memperlihatkan hasil konkret di lapangan, dengan hasil pertumbuhan ekonomi RI di kuartal II 2025 sebesar 5,12 persen. 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 5,12 persen pada kuartal II 2025 menandakan mulai pulihnya kepercayaan publik, pasar, dan investor terhadap arah kebijakan ekonomi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Penilaian tersebut merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan pertumbuhan tahunan (year-on-year/YoY) pada triwulan kedua tahun ini.

Pertumbuhan ekonomi suatu negara mencerminkan peningkatan nilai produksi barang dan jasa dalam periode tertentu.

Artinya, pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kapasitas suatu negara dalam memproduksi barang dan jasa selama periode tertentu. Ini menjadi indikator utama untuk menilai kemajuan dan kesejahteraan suatu negara.

Baca juga: Bagaimana Bisa Banyak PHK dan Daya Beli Lemah Tapi Pertumbuhan Ekonomi RI Capai 5,12 Persen?

Secara umum, hal ini diukur melalui indikator seperti Produk Domestik Bruto (PDB).

Jika PDB meningkat dari tahun ke tahun, artinya negara mengalami pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ini menjadi tolok ukur penting dalam menilai kesejahteraan masyarakat, kekuatan industri, serta efektivitas kebijakan pemerintah.

Proses terjadinya pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti investasi, kualitas sumber daya manusia, inovasi teknologi, serta stabilitas politik dan hukum.

Ketika investasi meningkat, kapasitas produksi ikut berkembang. Begitu pula jika kualitas tenaga kerja meningkat, efisiensi dan produktivitas akan lebih optimal. Pemerintah juga berperan besar dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif agar aktivitas ekonomi berjalan lancar.

Menurut Misbakhun, capaian ini menunjukkan perbaikan nyata dan mencerminkan dampak dari kebijakan pemerintah yang dinilai semakin berpihak pada kepentingan rakyat.

“Angka 5,12 persen ini menjadi sinyal kuat bahwa kepercayaan terhadap kinerja ekonomi kita sudah mulai kembali. Ini terlihat dari peningkatan pertumbuhan dibanding kuartal pertama yang hanya 4,87 persen,” ujarnya, Rabu (6/8/2025).

Legislator dari Fraksi Partai Golkar itu juga menyebut, sejumlah langkah Presiden Prabowo melalui tim ekonominya mulai memperlihatkan hasil konkret di lapangan.

Partai Golkar adalah pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran hingga 2029. Golkar juga aktif mengawal program-program pemerintahan Prabowo di tingkat pusat hingga daerah.

Dukungan Golkar terhadap Prabowo bukan hal baru. Pada Pilpres 2024, Golkar secara resmi bergabung dalam koalisi yang mengusung Prabowo sebagai calon presiden. 

Adapun Misbakhun dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Depinas SOKSI menyoroti keberhasilan pemerintah dalam menurunkan biaya ekonomi tinggi dan menjaga penegakan hukum secara konsisten.

Depinas SOKSI adalah singkatan dari Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia.

Ini merupakan organisasi kemasyarakatan yang berafiliasi dengan Partai Golkar dan dikenal sebagai salah satu ormas pendiri partai tersebut.

“Kebijakan yang mengurangi hambatan biaya dan meningkatkan kepastian hukum telah membentuk persepsi positif di kalangan pelaku pasar dan investor. Ini yang menjadi salah satu faktor pemulihan kepercayaan,” kata Misbakhun.

Tantangan di Kuartal III

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa tren positif ini perlu terus dijaga, terutama menghadapi kuartal III-2025 yang menurutnya memiliki tantangan tidak kalah besar.

Namun, ia optimistis pertumbuhan di atas 5 persen masih dapat dipertahankan.

“Biasanya pada kuartal ketiga, pemerintah mulai melonggarkan anggaran pascapeninjauan paruh tahun. Dengan proyeksi yang lebih jelas atas penerimaan pajak, belanja negara bisa dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan,” jelas mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu.

Misbakhun juga menyinggung faktor eksternal, seperti kepastian terhadap kebijakan tarif impor Amerika Serikat terhadap produk ekspor Indonesia — yang sebelumnya sempat terganggu akibat penerapan Trump’s Tariff sebesar 19 persen.

“Ketika isu tarif ini mulai menemukan kepastian, pelaku usaha menjadi lebih leluasa dalam menyusun rencana bisnis jangka menengah. Ini ikut memperkuat optimisme ekonomi nasional,” lanjutnya.

Ia menekankan pentingnya stabilitas nilai tukar dan inflasi yang tetap terjaga, sebagai pilar penting untuk menjaga momentum pertumbuhan di triwulan mendatang.

“Kondisi makro yang stabil adalah fondasi untuk membangun optimisme pada kuartal berikutnya,” katanya.

Stabilitas nilai tukar dan inflasi merupakan dua elemen penting dalam menjaga keseimbangan ekonomi negara.

Nilai tukar yang stabil menciptakan kepastian bagi pelaku usaha dan investor, sementara inflasi yang terkendali menjaga daya beli masyarakat.

Faktor-faktor yang memengaruhi keduanya saling berkaitan, seperti kebijakan moneter, kondisi perdagangan internasional, dan arus modal asing. 

Ketika nilai tukar melemah, harga barang impor naik, yang dapat memicu inflasi lebih lanjut.

Faktor internal seperti tingkat suku bunga, defisit neraca perdagangan, dan stabilitas politik sangat berpengaruh terhadap nilai tukar dan inflasi.

Misalnya, suku bunga yang tinggi dapat menarik investasi asing dan memperkuat mata uang lokal, tetapi juga berisiko menekan pertumbuhan ekonomi.

Sebaliknya, defisit perdagangan meningkatkan permintaan terhadap mata uang asing, melemahkan nilai tukar, dan mendorong inflasi karena harga barang impor menjadi lebih mahal.

Faktor eksternal seperti kebijakan moneter negara maju, krisis global, dan spekulasi pasar juga memainkan peran besar.

Ketika bank sentral negara maju seperti AS menaikkan suku bunga, investor cenderung menarik modal dari negara berkembang, menyebabkan depresiasi mata uang dan tekanan inflasi.

Selain itu, ketidakpastian geopolitik dan aktivitas spekulatif di pasar valuta asing dapat memperburuk volatilitas nilai tukar, sehingga pemerintah perlu menerapkan strategi bauran kebijakan yang adaptif untuk menjaga stabilitas ekonomi. (*/)

 

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved