Selasa, 7 Oktober 2025

Defisit 30 Persen Pasokan REE Dunia, Indonesia Harus Mulai dari Tambang Rakyat

Jangan sampai krisis energi dan teknologi di masa depan justru menjadi keuntungan bagi negara lain.

Penulis: Erik S
ist
TANAH JARANG - R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute. Laporan terbaru dari McKinsey & Company menyebutkan bahwa permintaan terhadap unsur tanah jarang seperti neodymium dan praseodymium akan melonjak drastis dari 59.000 ton pada 2022 menjadi 176.000 ton pada 2035.  

“Yang selama ini dianggap limbah justru menyimpan nilai strategis masa depan. Jangan biarkan rakyat menggali tanpa perlindungan hukum. Berikan izin, latih teknologinya, dampingi dengan pusat riset lokal, lalu sambungkan ke hilirisasi. Inilah cara membangun kedaulatan dari bawah,” terang alumnus ITB itu.

Ia juga menekankan pentingnya pendirian Badan Nasional Rare Earth (BNRE) yang secara khusus menangani eksplorasi, pemrosesan, pemurnian, hingga daur ulang magnet tanah jarang.

Indonesia perlu investasi dalam riset pemisahan logam NdPr, teknologi bebas merkuri, serta proses daur ulang dari limbah EV dan turbin angin. Di masa depan, sumber tanah jarang tidak hanya datang dari perut bumi, tapi juga dari tumpukan elektronik bekas.

“Negara lain sudah berbicara tentang circular economy rare earth. Kita bahkan belum mulai dari linear economy-nya. Padahal, generasi kita punya kesempatan untuk membalik sejarah: dari bangsa penambang menjadi bangsa pemilik teknologi,” jelas Haidar Alwi.

Bangun Sekarang atau Kembali Jadi Penonton Dunia

Ketika dunia panik kekurangan logam magnetik dan McKinsey sudah memetakan krisisnya, maka bangsa Indonesia harus segera menyusun strategi nasional tanah jarang. Jangan sampai krisis energi dan teknologi di masa depan justru menjadi keuntungan bagi negara lain, sementara kita hanya menjadi pasar atau buruh tambang. Haidar Alwi mengingatkan bahwa semua strategi harus dimulai dari kesadaran, diikuti kemauan politik, lalu didorong oleh gerakan rakyat.

“Kita harus percaya pada potensi bangsa sendiri. Jangan tunggu investor asing untuk membangun smelter, jangan tunggu insinyur asing untuk riset magnet. Kita bisa mulai dari rakyat, dari universitas negeri, dari koperasi, dari desa-desa yang punya gunung tapi belum punya masa depan,” tegas Haidar Alwi.

Haidar mengatakan tanah jarang masuk kedaulatan masa depan. Indonesia harus punya keberanian.

“Tanah jarang bukan soal tambang semata, ini soal kedaulatan masa depan. Kalau McKinsey sudah bicara defisit global, maka giliran kita untuk bicara keberanian nasional. Mulailah dari tambang rakyat, karena dari situlah teknologi bangsa bisa berdiri di atas kaki sendiri,” pungkas Haidar Alwi.

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved