Sabtu, 4 Oktober 2025

Wamenaker Noel Ungkap Permasalahan Ojek Online Tak Kunjung Selesai Akibat Belum Ada Regulasi Pasti

Negara selama ini hanya sibuk membuat regulasi yang ujung-ujungnya untuk melakukan pemerasan ke dunia usaha.

Diaz/Tribunnews
PERSOALAN OJOL - Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer atau Noel dalam acara Dewas Menyapa Indonesia yang digelar BPJS Ketenagakerjaan di Auditorium BRIN, MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (28/7/2025). Ia mengungkap alasan permasalahan ojek online tak kunjung rampung. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer mengungkap biang kerok permasalahan ojek online (ojol) tak kunjung selesai.

Menurut dia, permasalahan tak kunjung kelar karena selama ini tidak ada regulasi yang pasti untuk mengatur keberadaan ojol.

Noel diketahu merupakan Ketua Umum Relawan Jokowi Mania (JoMan).

"Puluhan tahun problem driver ojek online dan sebagainya itu tidak teratasi karena kenapa? Tidak ada regulasi yang pasti," kata Noel, sapaan akrabnya, dalam acara Dewas Menyapa Indonesia yang digelar BPJS Ketenagakerjaan di Auditorium BRIN, MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (28/7/2025).

Baca juga: FGD Potongan Aplikasi Ricuh, Garda Indonesia Berharap Keadilan Representasi

Noel memandang bahwa selama ini negara tidak pernah hadir mengurus ojol.

Politikus Partai Gerindra itu menilai negara selama ini hanya sibuk membuat regulasi yang ujung-ujungnya untuk melakukan pemerasan ke dunia usaha. 

Kata dia, praktik ini seperti yang dilakukan organisasi kemasyarakatan (ormas).

"Saya melihatnya negara kosong, negara sibuk, negara sibuk berbisnis dengan dirinya, negara sibuk memperkenal dirinya seperti ormas, yang sibuk hanya membuat regulasi-regulasi yang ujungnya hanya untuk apa? Meras. Ini fakta yang terjadi," ujar Noel.

Pekan lalu, tepatnya pada Senin (21/7/2025), ribuan driver ojol baru saja melakukan aksi turun ke jalan untuk ke sekian kalinya.

Tidak ada payung hukum yang jelas dalam hal mengatur sistem antara perusahaan aplikator dan pengemudi menjadi alasan bagi mereka untuk melakukan aksi.

Kekosongan hukum dinilai menyebabkan kerentanan tinggi bagi pengemudi dan konsumen.

Perusahaan aplikator pun jadi leluasa membuat aturan sepihak tanpa dasar hukum dan akuntabilitas.

Selain itu, mereka meminta adanya audit investigatif terhadap perusahaan aplikator.

Sebab hingga saat ini, perusahaan-perusahaan itu dinilai menutup rapat-rapat data dan mekanisme, sehingga kerap terjadi praktik manipulasi.

Berikut 5 tuntutan mereka pada demo pekan lalu:

1. Negara Hadirkan UU Transportasi Online/PERPPU

2. Biaya Aplikasi 10 persen Harga Mati.

3. Regulasi Tarif Antaran Barang dan Makanan

4. Audit Investigatif Aplikator

5. Hapus aceng, slot, double order, hemat, member-member dan lain-lain, dikembalikan semua menjadi Driver Reguler.

Demo Hingga Berjilid-jilid

Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono menyatakan aksi turun ke jalan dari para pengemudi ojek daring akan berjilid-jilid sampai tuntutan potongan komisi aplikator maksimal 10 persen diakomodasi oleh pemerintah.

Kementerian Perhubungan sebelumnya sudah menetapkan potongan maksimal adalah 20 persen dari tarif jasa lewat Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 1001 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor untuk Kepentingan Masyarakat Melalui Aplikasi.

Rinciannya 15 persen untuk biaya sewa aplikasi dan 5 persen untuk kesejahteraan mitra pengemudi.

Tarif 20 persen tersebut hingga kini masih memberatkan pihak driver ojol. Mereka berharap potongan maksimal tarif jasa di angka 10 persen.

Hal ini disampaikan Igun di tengah aksi unjuk rasa para pengemudi ojol bertajuk ‘Aksi Kebangkitan Jilid II Transportasi Online Nasional 217’ di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (21/7/2025).

“Dan ini bukan aksi terakhir. Kami akan melakukan aksi lebih besar lagi di bulan depan ataupun bulan-bulan selanjutnya sampai potongan 10 persen kami menang,” kata Igun di lokasi.

Ia mengatakan, para pengemudi ojol yang diwakili asosiasi juga akan mengajukan audit investigatif kepada Kejaksaan, KPK dan Bareskrim Polri untuk memeriksa perusahaan aplikator.

Sebab kata Igun, berdasarkan Kepmenhub Nomor 1001 Tahun 2022, perusahaan aplikasi harus diaudit. Namun aturan tinggal aturan, aplikator tak pernah diaudit sejak tahun 2022.

“Dan kami akan mengajukan audit investigatif ini harus segera dilakukan kepada Kejaksaan maupun KPK dan Bareskrim Mabes Polri,” katanya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved