APSyFI Surati Mendag Budi Ingatkan Impor Murah Benang China Rusak Industri Tekstil
Hanya dua perusahaan anggota APSyFI yang berada di kawasan berikat, dan keduanya saat ini sedang dibekukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Penulis:
Dennis Destryawan
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta akhirnya berkirim surat kepada Menteri Perdagangan, Budi Santoso.
Surat itu merupakan permintaan audiensi dari pengusaha benang filamen seiring dengan pembatalan sepihak Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang dinilai merugikan dan mematikan pengusaha benang filamen.
“Kami sudah kirim surat akhir pekan lalu dan berharap ada audiensi agar kebijakan Mendag tidak menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu," ujar Redma di Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Redma juga akan memberikan masukan-masukan untuk mencari jalan tengah yang adil, agar semua bisa terselamatkan. Redma menyampaikan keprihatinan atas keputusan pemerintah.
Baca juga: Benahi Tata Niaga Impor, Pemerintah Diminta Lindungi Industri Tekstil
Terutama, terkait rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) soal penerapan BMAD terhadap benang filament POY dan DTY impor asal Tiongkok.
Redma menyebut bahwa keputusan tersebut bertentangan dengan amanat Undang-Undang Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014 Pasal 70 ayat 1.
Terutama, soal mewajibkan pemerintah mengambil tindakan antidumping jika impor dengan harga di bawah nilai normal menyebabkan kerugian atau ancaman kerugian bagi industri dalam negeri.
"Kami sangat menghormati keputusan Bapak Menteri sebagai pemegang kebijakan, namun kami mohon ijin untuk menyampaikan beberapa poin terkait hal ini serta implikasi lanjutannya," ujar Redma dalam suratnya.
Dia menambahkan bahwa keputusan tersebut tidak sejalan dengan prinsip perlindungan industri dalam negeri sebagaimana diatur dalam regulasi.
Redma menjelaskan bahwa industri nasional saat ini memiliki kapasitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik.
Untuk produk POY, terdapat sembilan perusahaan anggota APSyFI yang memiliki total kapasitas produksi sebesar 430.000 ton per tahun, dengan 300.000 ton digunakan untuk kebutuhan internal dan 130.000 ton untuk pasar domestik. Namun, pada tahun 2024, impor POY tetap terjadi sebesar 125.000 ton.
Sementara itu, untuk produk DTY, kapasitas nasional terdiri dari 300.000 ton yang diproduksi oleh anggota APSyFI dan 100.000 ton oleh anggota API.
Setelah dikurangi konsumsi internal, total pasokan domestik DTY mencapai 270.000 ton. Meski demikian, impor DTY pada 2024 tetap tercatat sebesar 120.000 ton.
"Secara kapasitas, industri nasional baik POY maupun DTY sangat bisa untuk memenuhi kebutuhan domestik dan mensubstitusi volume impor," jelas Redma.
Ia menambahkan bahwa supply domestik ini adalah murni penjualan ke pasar setelah dikurangi kebutuhan internal.
Kepala BGN Dadan Mendadak Ditelepon Prabowo, Tanya Isu Ompreng MBG Diduga Mengandung Minyak Babi |
![]() |
---|
Trump Perpanjang Batas Waktu Penutupan TikTok Lagi, AS-Cina Capai Kesepakatan Kerangka Baru |
![]() |
---|
Sosok Gadis Sukabumi Korban TPPO di China, Ibu hanya Buruh Pabrik dan Diminta Tebusan Rp200 Juta |
![]() |
---|
Kejutan Hasil China Masters 2025: Penakluk Alwi Farhan Dipulangkan Christo Popov |
![]() |
---|
Hasil China Masters 2025: Dikalahkan Chen/Toh, Rasa Penasaran Jafar/Felisha Belum Terbayar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.