Organda Ngeluh Jumlah Penumpang Bus Anjlok Usai Lebaran 2025: Akibat Pemerintah Tak Berpihak
Sebagai pelayan masyarakat umum masih terbelenggu akan kebijakan penjatahan BBM Solar subsidi dengan batasan maksimal 200 liter per hari.
Penulis:
Dennis Destryawan
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Bidang Angkutan Orang DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda), Kurnia Lesani Adnan atau Sani, pasca angkutan lebaran tahun 2025 okupansi penumpang bus sangat jauh turun dibanding setelah lebaran tahun 2024.
"Perbandingan tahun 2024 dan 2025 di semester yang sama turun hingga 22 persen. Indikasi inipun kami melihat sangat anomali, dimana ada beberapa long weekend tidak terjadi lonjakan yang berarti baik penumpang AKAP (Antar Kota Antar Provinsi), AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi, dan Pariwisata (charter)," ujar Kurnia di Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Pemerintah menyiapkan stimulus untuk menyambut libur tengah tahun 2025 ini yang mana hanya di berikan kepada kereta api (30 persen), udara (6%), Laut (50%), serta diskon tarif tol sebesar 20%.
Baca juga: KKSU Akui Minta Uang Kompensasi Kepada Sopir Angkot, Tapi Atas Perintah Sekretaris DPC Organda Bogor
"Stimulus ini sangat memperlihatkan tidak ada keberpihakan pemerintah terhadap pengguna transportasi umum berbasiskan jalan raya dan tidak mendorong masyarakat untuk menggnakan transportasi massal (umum)," kata Kurnia.
Padahal, di dalam industri tersebut ada lebih dari dua juta orang yang terlibat langsung sebagai pekerja.
Dia mengatakan, sebagai pelayan masyarakat umum masih terbelenggu akan kebijakan penjatahan BBM Solar subsidi dengan batasan maksimal 200 liter per hari per kendaraan menggunakan barcode.
"Kebijakan yang dilaksanakan oleh SPBU di bawah kendali Pertamina ini sendiri banyak dinamika yang tidak seharusnya terjadi dimana menghambat operasional angkutan darat," katanya.
Selain itu, lanjut Kurnia, masih banyak SPBU yang ketersediaan BBM Solar Subsidi tidak tersedia dan tidak disuplai dengan cukup. Sehingga, membuat harus mengantre sampai satu hari, seperti di Provinsi Bengkulu.
"Alasan SPBU suplai BBM Solar Subsidi datangnya hanya satu kali setiap hari dan hanya dapat jatah 8000kl saja. Dengan harus mengantri semalaman akibatnya waktu untuk kru beristirahat juga perawatan kendaraan terganggu," tuturnya.
Dia menyoroti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dimana sesuai Permendagri No.7 Tahun 2025 Pasal 18 Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ankutan umum maksimal 60%.
"Artinya PKB angkutan umum naik 100?ri sebelumnya hanya 30% sesuai Permendagri No 8 Tahun 2024 Pasal 9. Sementara pimpinan daerah mengartikan kenaikan opsen ini bukanlah kenaikan PKB melainkan kenaikan sharing pajak antara pemerintah provinsi terhadap pemerintah kota atau kabupaten setempat, namun kenyataannya PKB di STNK ada kenaikan 100%," sambungnya.
Untuk tarif tol sendiri melalui DPP Organda sudah diminta adanya tarif khusus angkutan umum, namun sama sekali tidak ada response dari pemangku kebijakan yang terkait.
"Belum lagi kami di hadapkan oleh angkutan ilegal yang tak kunjung ada sikap tegas dari pemerintah, kami di wajibkan akan regulasi regulasi namun kenyataannya di lapangan kami setara dengan pelaku atau penyelenggara angkutan tidak berizin atau ilegal," sambungnya.
Arti Wibowati, Nakes Sekaligus Konten Kreator Tewas Kecelakaan, Instagram Banjir Ucapan Dukacita |
![]() |
---|
Pemerintah Tanggung Pajak Penghasilan Karyawan Hotel, Cafe Hingga Restoran |
![]() |
---|
Penumpang Selamat Ungkap Kondisi Bus sebelum Kecelakaan Maut di Probolinggo: Gagal Nanjak, Rem Blong |
![]() |
---|
Pemerintah Perpanjang Bantuan Pangan Beras 10 Kg Berlaku Oktober-November |
![]() |
---|
Pemerintah Ajak Industri Selenggarakan Program Magang 6 Bulan untuk Fresh Graduate dengan Gaji UMP |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.