Kejar Pertumbuhan 8 Persen, Investor Inginkan Konsistensi Kebijakan dan Kenyamanan
Para pelaku industri mengeluhkan banyaknya hambatan investasi di Indonesia dan menyulitkan target pertumbuhan ekonomi 8 persen.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pelaku industri menyoroti banyak hambatan investasi di Indonesia, sehingga akan sangat sulit guna memetik pertumbuhan 8 persen hingga 2030 sebagaimana dipatok pemerintah.
Dalam diskusi Bisnis Indonesia Forum bertema “Beragam Teror bagi Investor” yang dilaksanakan, pada Rabu (21/5/2025), para pelaku industri mengungkapkan persoalan hambatan investasi bukan sekadar premanisme, melainkan pula inkonsistensi kebijakan termasuk ketidakselarasan pusat dan daerah.
Peristiwa premanisme yang menimpa salah satu manufaktur petrokimia di Cilegon, Banten beberapa waktu lalu, jadi pemantik pemerintah membereskan berbagai persoalan hambatan investasi.
“[Peristiwa Cilegon], harus jadi momen membenahi persoalan banyak hambatan investasi,” ungkap Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Sarman Simanjorang selaku salah satu narasumber diskusi.
Dia mengatakan, sejumlah kendala tersebut dapat memengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi nasional yang ditargetkan tumbuh hingga 8 persen dalam 5 tahun ke depan.
"Pertumbuhan ekonomi kita yang ditargetkan 8 persen dalam 5 tahun ke depan, hitung-hitungan kita itu investasi dibutuhkan sekitar Rp 13.000 triliun sampai Rp 14.000 triliun, itupun kalau ICOR-nya 3," kata Sarman.
Sementara itu, ICOR atau incremental capital output ratio, yang menjadi alat ukur tingkat efisiensi investasi suatu negara, di Indonesia masih tinggi yakni di atas 6.
Sementara negara-negara Asean berkisar 3-4 yang artinya biaya investasi lebih efisien.
Bukan tanpa sebab, dia pun menerangkan, Indonesia masih memiliki ragam persoalan yang harus diselesaikan untuk dapat meningkatkan investasi lebih besar.
"Pertama, regulasi ini harus terus kita perbaiki, bagaimana perizinan ini dipercepat, jangan berbelit-belit, birokrasi yang ringkas, kami melihat ini masih perlu dipersingkat, meski sudah ada UU Cipta Kerja," tuturnya.
Kedua, persoalan terkait pertanahan atau izin lahan yang seringkali membuat proses realisasi investasi terhambat. Ketiga, minimnya tenaga kerja terampil yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan usaha sektoral.
Apalagi, menurut Sarman, banyak investor yang mau masuk ke Indonesia dengan membawa teknologi tinggi. Faktanya, tenaga kerja di Indonesia dinilai belum siap untuk terlibat dalam hal itu.
Baca juga: Susul Industri F&B Lain, Investor Singapura Akan Akuisisi Teguk
"Sebanyak 90 persen tenaga kerja kita ini kan masih berpendidikan menengah ke bawah sehingga tumpuan kita bagaimana lebih banyak lagi masuk yang namanya industri padat karya, sedangkan industri padat karya kita ini kan boleh dikatakan dalam kondisi tertekan saat ini," tambahnya. Keempat, masalah keamanan dan kenyamanan berusaha.
Tak dipungkiri, dunia usaha masih diwarnai dengan pungutan liar (pungli), gangguan oknum premanisme, dan lainnya. Terakhir, polemik upah juga seringkali membuat investor maju mundur. Menurut dia, isu perubahan regulasi upah hanya terjadi di Indonesia.
Infrastruktur Keamanan Sekuritas Diminta Diperkuat Cegah Kebocoran Dana Investasi |
![]() |
---|
Ekonom Optimistis Kebijakan '8+4+5' Berdampak Signifikan pada Pasar Tenaga Kerja |
![]() |
---|
Ekonom Pesimistis Paket Stimulus Ekonomi Bisa Genjot Ekonomi RI, Ini Alasannya |
![]() |
---|
Menteri Rosan: Kepercayaan Investor Faktor Penting Tarik Investasi Baru |
![]() |
---|
Tarik Investor UEA, KJRI Dubai Dukung Kerjasama Bisnis PT KEL dengan Sharia Digital Group |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.