Selasa, 7 Oktober 2025

Komnas Pengendalian Tembakau: Maraknya Rokok Ilegal Bukan karena Kenaikan Cukai Rokok

Sekjen Komnas Pengendalian Tembakau (PT) Tulus Abadi menyatakan maraknya peredaran rokok ilegal bukan karena dampak kenaikan cukai rokok.

TRIBUNNEWS.COM/RIA A
ROKOK ILEGAL DAN KENAIKAN CUKAI - Sekjen Komnas Pengendalian Tembakau (PT) Tulus Abadi. Dia menegaskan maraknya peredaran rokok ilegal bukan karena dampak kenaikan cukai rokok. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen Komnas Pengendalian Tembakau (PT) Tulus Abadi menyatakan maraknya peredaran rokok ilegal bukan karena dampak kenaikan cukai rokok.

Ini karena sejauh ini tidak ada dasar empirik. Menurut Tulus, opini Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mendalilkan bahwa maraknya rokok ilegal itu karena kenaikan cukai rokok, yang dianggap terlalu tinggi, kurang tepat.

"Sebab seberapa pun besaran cukainya, fenomena rokok ilegal itu akan selalu ada dan di lapangan memang terjadi up and down terhadap besaran persentasenya," ujar Tulus di Jakarta, Kamis (15/5/2025).

Mengacu pada survei Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISD), terkait fenomena rokok ilegal, yang dilakukan di lima kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Medan, Semarang, Makasar, Bandung, baru-baru ini, prevalensi rokok ilegal saat ini memang lumayan besar, yakni mencapai 10,77 persen.

Namun, angka prevalensi itu bukan berarti merupakan angka tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia.

Data rokok ilegal oleh Ditjen Bea Cukai membuktikan memang naik turun, dengan sebaran sebagai berikut: 2014 (11,7 persen), 2016 (12,1 persen), 2018 (7,0 persen), 2020 (4,9 persen), dan pada 2022 (5,5 persen).

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa secara paralel persentase rokok ilegal justru mengalami penurunan.

Jika sekarang mengalami kenaikan lagi (sebesar 10,77 persen), sebagaimana hasil riset CISDI tersebut, setidaknya ada beberapa sebab, antara lain pertama, faktor penegakan hukum.

"Data menunjukkan, jika penegakan hukumnya kuat, maka persentase rokok ilegal turun, dan sebaliknya, jika penegakan hukumnya melemah, persentase rokok ilegal naik," kata Tulus Abadi.

Data Ditjen Bea Cukai menunjukkan, selama 2022 terdapat 19.399 kali penegakan hukum, dan dampaknya persentase rokok ilegal hanya 5,5 persen saja.

Baca juga: Operasi Gagalkan 800 Ribu Batang Rokok Ilegal, Pabrik Raksasa di Pasuruan Terungkap

Pada tahun-tahun sebelumnya juga menunjukkan fenomena serupa, bahwa penegakan hukum rokok ilegal berkelindan terhadap tinggi/rendahnya prevalensi rokok ilegal.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan, jika pada 2025 prevalensinya mencapai 10,77 persen; maka patut diduga dengan kuat terjadi pelemahan penegakan hukum terhadap rokok ilegal.

Pemerintah, termasuk Pemda, seharusnya konsisten untuk melakukan penegakan hukum rokok ilegal sebagaimana mandat Permenkeu No. 72/2024 tentang Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT), yang mengalokasikan dana untuk penegakan hukum sebesar 10 persen.

Merujuk pada Permenkeu No.72/2024 tersebut, maka bagi daerah yang prevalensi rokok ilegalnya tinggi, seharusnya Kemenkeu tidak menggelontorkan DBH CHT ke daerah tersebut. 

Baca juga: Rugikan Negara Hingga Rp 97,81 Triliun Pemerintah Didesak Pidanakan Pengusaha Kakap Rokok Ilegal

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved