Jumat, 3 Oktober 2025

Kasus Korupsi Minyak Mentah

Penggunaan Diksi Oplosan dalam Kasus Dugaan Korupsi Pertamina Mendapat Kritik dari IPW: Tidak Tepat

Kejaksaan Agung dinilai telah salah memilih diksi oplosan karena praktik blending dalam dunia industri sudah sesuai aturan.

|
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
SOROTI KATA OPLOS - Ketua Indonesian Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menyoroti dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang kini ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Kejaksaan Agung dinilai telah salah memilih diksi oplosan karena praktik blending dalam dunia industri sudah sesuai aturan. 

Lebih lanjut, ia mengaku mengapresiasi penegakan hukum yang telah dilakukan oleh Kejagung atas kasus Pertamina Patra Niaga tersebut.

Upaya itu dilakukan untuk membuat pertumbuhan badan usaha tetap sehat.

"Kita dukung bahwa ini bagian dari upaya penegakan hukum untuk membongkar mafia migas di negeri kita," kata Pujiyono.

"Dan dalam banyak hal, apa yang dilakukan ini kan produktif di tengah kondisi kita yang saat ini, meneruskan apa yang menjadi Asta Cita Pak Prabowo, salah satunya dari pemberantasan korupsi," ujar dia.

Diberitakan, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka atas kasus tersebut, di mana enam di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina. Keenamnya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin.

Kemudian, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.

Sementara itu, ada tiga broker yang menjadi tersangka, yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

LBH Jakarta Sudah Terima 590 Aduan 

Jumlah warga yang melaporkan diri sebagai korban praktik pertamax oplosan terus bertambah.

Hingga Selasa (4/3/2025), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta telah menerima 590 aduan, baik secara daring maupun luring.

”Saat ini sudah ada 590 pengaduan yang masuk,” kata Direktur LBH Jakarta, Muhammad Fadhil Alfathan, Rabu (5/3/2025).

LBH Jakarta bekerja sama dengan Center of Economics and Law Studies (Celios) telah membuka Pos Pengaduan Warga Korban Pertamax Oplosan sejak Jumat (28/2/2025).

Pos ini berfungsi untuk memverifikasi apakah warga benar-benar mengalami kerugian akibat pencampuran RON 92 (Pertamax) dengan RON lebih rendah.

Rencananya, aduan itu bakal dijadikan bahan untuk menggugat Pertamina ke pengadilan melalui dua skenario:, melalui gugatan warga negara atau citizen law suit dan gugatan perwakilan kelompok atau class action. 

 (Kompas.com/Tribunnews)

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved