Sabtu, 4 Oktober 2025

Apindo Keberatan UMP Naik 6,5 Persen, Partai Buruh Kompromistis: Angkanya Sudah Lampaui Inflasi

Apindo merasa diabaikan pemerintah soal keputusan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada 2025.

Editor: Choirul Arifin
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Ribuan buruh pulang kerja di salah satu pabrik di Jalan Kiaracondong, Kota Bandung, Sabtu (29/4/2017). Pemerintah menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada 2025 tapi Apindo keberatan. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) merasa diabaikan pemerintah soal keputusan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada 2025.

Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menegaskan selama ini pelaku usaha sangat
terbuka untuk diajak berdiskusi mengenai besaran kenaikan UMP.

"Kami menyayangkan bahwa masukan dunia usaha tidak didengarkan dalam penetapan kebijakan ini. Apindo selama ini telah berpartisipasi secara aktif dan intensif dalam diskusi terkait penetapan kebijakan upah minimum," ujar Shinta, Sabtu (30/11/2024).

Menurut Shinta, pihaknya telah memberikan masukan kenaikan tarif yang tepat untuk
UMP 2025 secara komprehensif dengan mempertimbangkan fakta ekonomi, daya saing
usaha, serta produktivitas tenaga kerja.

"Namun, masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi nampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan," kata dia.

Apindo sebelumnya mendorong pemerintah tetap menggunakan Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan sebagai dasar perumusan UMP 2025,
karena formulasi dalam beleid tersebut dinilai paling adil bagi pekerja dan pengusaha.

Mereka menilai kenaikan UMP 6,5 persen ini terlalu tinggi sehingga akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya.

Menurut dia, kenaikan UMP 6,5 persen dinilai berisiko meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.

"Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru," jelasnya.

Apindo saat ini masih menunggu penjelasan resmi dan detail dari pemerintah mengenai keputusan UMP 2025 tersebut.

Baca juga: 4 Fakta UMP 2025 Naik 6,5 Persen, Permenaker Baru Segera Terbit hingga Reaksi Pengusaha dan Buruh

"Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan UMP ini serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan," kata Shinta.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang (Kadin) Indonesia Sarman Simanjorang mempertanyakan rumus penghitungan kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5 persen.

"Pelaku usaha bertanya dari mana rumusnya angka sebesar 6,5 persen tersebut. Untuk itu kami belum bisa memberikan respon dan komentar dari pelaku usaha," ujar Sarman.

Ribuan buruh pulang kerja di salah satu pabrik di Jalan Kiaracondong, Kota Bandung, Sabtu (29/4/2017). Meski ditetapkan sebagai hari libur nasional, Hari Buruh Internasional atau biasa disebut May Day akan dimanfaatkan buruh di seluruh Indonesia untuk menyampaikan aspirasinya dengan turun ke jalan menyuarakan tuntutan yang belum berpihak kepada buruh.TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Ribuan buruh pulang kerja di salah satu pabrik di Jalan Kiaracondong, Kota Bandung, Sabtu (29/4/2017). (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023, penetapan Upah Minimum 2025 akan memakai formula inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu yang disimbolkan dalam bentuk alfa dan kebutuhan hidup layak sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Pemerintah Umumkan UMP 2025 Naik 6,5 Persen, Ini Respons Apindo

 "Kami menunggu penjelasan yang lebih komprehensif dari Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dari mana angka kenaikan 6,5 persen tersebut," kata Sarman.

Menurut Sarman, kalangan pengusaha merasa tidak dilibatkan dalam merumuskan
kenaikan Upah Minimum Provinsi sebesar 6,5 persen tersebut. Karena itu, dia berharap
kepada Pemerintah dalam menetapkan kenaikan UMP harus mendengar aspirasi dari
pekerja dan pengusaha.

"Karena yang akan menanggung kenaikan UMP itu adalah pengusaha, sehingga memang aspirasi pelaku usaha juga perlu didengarkan Pemerintah sebelum menetapkan besaran kenaikan UMP," katanya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan UMP sebesar 6,5
persen di 2025. Pengumuman dilakukan langsung dari Kantor Presiden.

"Menaker mengusulkan kenaikan upah minimum sebesar 6 persen. Namun, setelah membahas dan melaksanakan pertemuan dengan pimpinan buruh, kita umumkan untuk menaikkan upah rata-rata minimum nasional 6,5 persen," kata Prabowo.

Pemerintah mengupayakan aturan teknis kebijakan tersebut segera diterbitkan. Menteri
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan, aturan kenaikan UMP akan dimuat
dalam peraturan menaker (Permenaker).

Dia berupaya aturan tersebut dikeluarkan pada pekan pertama Desember 2024. "Saya tidak bisa janjikan ya mungkin sebelum Rabu kita sudah keluar. Permenaker," ujar Yassierli.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan, kenaikan UMP 6,5 persen sudah mendekati usulan dari serikat buruh yakni 8 persen.

"Jadi 6,5 persen kenaikan upah minimum secara rata-rata nasional di seluruh wilayah Indonesia, buruh bisa menerima. Dengan alasan tadi, mendekati usulan buruh 8 persen," kata Said Iqbal saat Konferensi Pers secara virtual, Jumat (29/11/2024).

Said Iqbal mengatakan, alasan kedua adalah angka inflasi yang menurun sehingga dinilai masuk akal upah buruh naik 6,5 persen.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal di Jakarta.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal. (Tribunnews.com/Rahmat Nugraha)

 Di sisi lain, dia mengungkapkan bahwa dalam 10 tahun terakhir upah buruh ini tidak pernah naik di bawah inflasi Atar rata-rata 1,58 persen. Padahal inflasinya sebesar 2,8 persen.

"Dalam 10 tahun terakhir, buruh itu naik upahnya di bawah inflasi. Di bawah inflasi. Bahkan 5 tahun terakhir, katakanlah dari 2019 sampai 2024, di 3 tahun di antara 5 tahun itu, naik upah minimumnya 0 persen," ujar Said Iqbal.

"Padahal pertumbuhan ekonomi antara 3 sampai 5,2 persen. Inflasi, memang sempat terjadi krisis minus pertumbuhan ekonomi, tapi inflasinya sekitar rata-rata 2 persen," sambungnya.

Untuk itu, kenaikan UMP 6,5 persen sudah melampaui inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Hal itu juga dinilai sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Sebelumnya naik cuma 1,58 persen dua kali, dua tahun. Tiga tahun sebelumnya, 0 persen. Jadi kami bisa menerima ketika Pak Presiden Prabowo Subianto memutuskan 6,5 persen," tutur dia.

"Dengan dasar-dasar jejak rekam, keputusan pemerintah sebelumnya yang tidak berpihak kepada Buruh. Untuk tahap awal di tahun 2025 nanti, kita bisa menerima keputusan kenaikan upah 6,5 persen," sambungnya. (tribun network/dns/dod)

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved