Sabtu, 4 Oktober 2025

UU Cipta Kerja

Kata Pengusaha Soal Putusan UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi: Ganggu Perencanaan Investor 

Aliran modal di Indonesia disebut dapat melambat dan bahkan memengaruhi ketahanan investasi yang sudah ada.

Surya /AHMAD ZAIMUL HAQ
APINDO menyampaikan putusan MK yang membatalkan beberapa ketentuan kunci UU Cipta Kerja dapat memicu ketidakpastian regulasi yang berdampak pada iklim investasi. 

Perubahan ini merespons kekhawatiran mengenai perlindungan hak pekerja yang terancam oleh perimpitan norma antara UU Nomor 13 Tahun 2003 dan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Ciptaker.

Berikut poin penting putusan MK:

Keterbatasan Tenaga Kerja Asing

Tenaga kerja asing hanya dapat dipekerjakan untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, dengan perhatian khusus terhadap pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.

Mahkamah Konstitusi menegaskan, tiap pemberi kerja wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia dalam semua jenis jabatan yang tersedia.

Penggunaan tenaga kerja asing diperbolehkan apabila jabatan tersebut belum diduduki oleh tenaga kerja Indonesia.

Namun, penggunaan tenaga kerja asing tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar kerja dalam negeri.

Jangka Waktu Pekerjaan: Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat melebihi lima tahun

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) paling lama lima tahun.

Putusan tersebut merupakan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Hal ini merupakan salah satu norma yang dikabulkan MK dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023.

“Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 … bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama lima tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menggarisbawahi bahwa perjanjian kerja dibuat antara pihak pengusaha dan pekerja atau buruh dalam kedudukan para pihak yang tidak seimbang.

Pekerja atau buruh, kata MK, merupakan pihak yang berada dalam posisi yang lebih lemah.

Oleh karena itu, MK menyatakan jangka waktu PKWT penting untuk diatur di dalam undang-undang, bukan dalam peraturan turunan maupun perjanjian lainnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved