Sabtu, 4 Oktober 2025

Nilai Tukar Rupiah

Pengusaha Ngeluh Nilai Tukar Rupiah Terpuruk, Bank Indonesia Kasih Kabar Gembira

Pelemahan rupiah membuat biaya produksi menjadi meningkat, bahkan bisa menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta. 

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) berharap pemerintah mengintervensi nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar.

"Mudah-mudahan kita berharap pemerintah terus mengintervensi untuk tidak lebih dari Rp16.500. Menurut perbankan secara year to date sudah 6,5 persen depresiasinya. Berangkat dari itu, pemerintah harus bertahan jangan sampai jebol lagi. Kalau ini lewat lagi sangat berat sekali," tutur Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman, di Kantor Kementerian Perindustrian.

Adhi menerangkan, industri makanan dan minuman (Mamin) di tengah melemahnya nilai tukar rupiah sedikit tertekan.

"Pelemahan ini memang buat Mamin cukup menjadi masalah, karena terus terang bahan baku kita masih banyak impor, itu jadi masalahnya," imbuhnya.

Saat ini ada empat komoditi bahan baku industri Mamin yang terpengaruh dengan merosotnya rupiah, diantaranya gandum, susu, garam hingga gula.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) impor ke-empat komoditi tersebut mencapai 9 miliar dolar AS setiap tahunnya.

Jika pelemahan rupiah dihitung Rp 16.000 terhadap dolar AS dan depresiasi 6,5 persen, angka yang di dapat ialah Rp 800.

"Kalau 6,5 persen dari Rp 16.000-an berarti sekitar Rp 800. Lalu Rp 800 dikali 9 miliar dolar AS itu baru yg empat komoditi utama, itu udah sekitar Rp 500 triliun konsumsinya. Tentunya ini menjadi beban industri," jelas Adhi.

Dengan beban belanja bahan baku yang bertambah, industri besar masih mampu bertahan, meski tidak langsung menaikkan harga jual. Namun berbeda dengan industri kecil.

"Bagi industri menengah dan besar memang masih punya daya tahan. Jadi, kita tidak serta merta langsung menaikkan harga jual. Kita masih ingin bertahan karena kita lihat juga daya beli masyarakat. Tapi bagi-bagi temen-temen industri kecil atau daya tahannya rendah kadang mereka stoknya harian atau mingguan, mau tidak mau mereka menaikkan harga," ucap Adhi.

"Industri Mamin perlu dilindungi, sebab demand-nya masih cukup. Kalau kuartal 1 kita di Mamin olahan ekspor kita masih tumbuh 5 persen. Cuman masalahnya di ekspor ini sekarang logistik. Logistik ke negara-negara yang jauh itu naik 3-4 kali lipat, sehingga banyak buyer yang minta ditunda, minta kirimnya hold dulu, produksi hold segala macam ini karena logistik. Jadi, bertubi-tubi masalah yang ada," sambungnya.

Bikin Mahal Harga Pangan dan Energi

Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mengingatkan pemerintah soal dampak melemahnya nilai tukar rupiah terhadap perekonomian rakyat, terutama di sektor pangan dan energi.

Amin menyampaikan, besarnya ketergantungan impor pangan dan energi berdampak pada stabilitas harga pangan serta BBM dan gas. Sejumlah komoditas pangan yang ketergantungan impornya tinggi antara lain kedelai, gula, bawang putih, daging sapi, dan gandum.

"Pada tahun 2021, Indonesia mengimpor sekitar 2,49 juta ton kedelai senilai 1,48 miliar dolar AS. Kemudian gula pasir impor memenuhi sekitar 65-70 persen kebutuhan gula pasir di Indonesia. Sedangkan bawang putih, sekitar 90-95 persen juga berasal dari impor," ujar Amin.

Komoditas pangan yang ketergantungan volume impornya paling banyak, imbuhnya, adalah gandum. Setiap tahun, Indonesia mengimpor sekitar 10 hingga 11 juta ton gandum. Komoditas ini kemudian diolah menjadi tepung terigu, yang merupakan bahan baku untuk produk pangan seperti mi instan dan roti.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved