Ngeluh Anggaran Dipotong Kemenkeu dan Bappenas, Bahlil Disindir DPR: Salah Kamar
Bahlil mengeluh anggaran kementeriannya dipotong oleh Kemenkeu dan Bappenas. Namun DPR justru menyindir dia karena curhatannya salah kamar.
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengeluh soal anggaran di kementerian yang dipimpinnya dipotong Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Namun, keluhan dari Bahlil ini justru berujung sindiran dari Komisi VI DPR yang menyebut salah kamar.
Hal ini terjadi saat rapat kerja (raker) antara Kementerian Investasi/BKPM dengan Komisi VI DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/6/2024).
Awalnya, Bahlil mengungkapkan anggaran yang diterima Kementerian Investasi/BKPM dinilai tidak sesuai dengan target investasi yang dicanangkan pada tahun 2025.
"Bagaimana mungkin target investasi Rp 1.850 triliun, anggarannya diturunkan dari target Rp 1.400 triliun tahun 2023 dengan anggaran Rp 1,2 triliun lebih, sekarang (target investasi) dinaikan tetapi anggaran diturunkan menjadi Rp 600 miliar lebih," katanya dikutip dari YouTube TV Parlemen.
Bahlil pun bertanya-tanya terkait dikuranginya anggaran di Kementerian Investasi/BKPM meski target investasi dinaikkan.
Alhasil, dia pun meminta agar DPR memanggil Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Suharso Monoarfa terkait keluhannya tersebut.
"Saya sejak kecil sudah berdagang, pernah menjadi pengusaha, menjadi Ketua HIPMI, belum pernah menemukan teori semacam ini. Ini teori baru ini."
"Dan saya minta kepada pimpinan untuk memanggil ibu Menteri Keuangan dan Menteri Bappenas menjelaskan ini," minta Bahlil.
Baca juga: Menteri Bahlil Ngeluh Alokasi Anggaran Kementeriannya Kalah dengan Kecamatan di DKI Jakarta
Bahlil mengungkapkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang dibuat Kemenkeu dan Bappenas tidak sesuai dengan anggaran yang diberikan kepada Kementerian Investasi/BKPM.
Sehingga, terkait permintaan Bahlil kepada DPR untuk memanggil Sri Mulyani dan Suharso sangat diperlukan untuk bisa mengkoreksi anggaran RKP terhadap kementerian yang dipimpinnya.
Jika rapat tersebut terealisasi, Bahlil pun meminta agar DPR memutuskan RKP untuk Kementerian Investasi/BKPM menjadi Rp 800 triliun dari Rp 1.850 triliun.
"Jadi menyarankan kepada para pimpinan karena bapak-bapak mewakili rakyat, maka revisi saja RKP-nya dari Rp 1.850 triliun menjadi Rp 800 triliun karena itu rasionalisasi saya dengan tim saya," tuturnya.
Menanggapi keluhan tersebut, pimpinan rapat yaitu Wakil Ketua Komisi VI dari Partai Golkar, Sarmuji menganggap apa yang disampaikan oleh Bahlil salah kamar.
Sarmuji mengungkapkan keluhan Bahlil tersebut bisa disampaikan saat rapat kabinet bersama kementerian lainnya seperti Kemenkeu maupun Kementerian PPN/Bappenas.
Dia mengatakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Komisi VI DPR hanya menyetujui anggaran yang sudah diputuskan oleh pemerintah.
"Sebenarnya intonasi tinggi Pak Menteri ini salah kamar. Mestinya intonasi tinggi itu di rapat kabinet, ini baru cocok. Kalau di sini, kita mau apa lagi selain menyetujui," kata Sarmuji.
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP, Harris Turino menanggapi keluhan dari Bahlil.
Harris menilai apa yang dicurhatkan oleh Bahlil seharusnya sudah disampaikan saat rapat kabinet ketika membahas anggaran.
Dia justru mempertanyakan apakah anggaran Kementerian Investasi/BKPM dipotong atas perintah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau Presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto.
"Ini curhat di tempat yang tidak pas. Seharusnya curhat ini adalah disampaikan di dalam rapat kabinet."
"Ide untuk mengurangi anggaran dari Rp 1,2 triliun menjadi Rp 681 miliar, apakah ini ide presiden sekarang atau ide presiden terpilih? Pasti ada alasannya kenapa ini dikurangi sedemikian besar," kata Harris.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.