Kinerja Manufaktur Positif, Tak Ada Deindustrialisasi
Deindustrialisasi dialami oleh negara yang sudah mencapai tahap advanced manufacturing atau maju manufakturnya lalu menurun.
"Nah yang mengaitkan daya saing dengan investasi itu adalah manufaktur. Jadi, sektor manufaktur sangat penting, kalau sektor jasa hanya akibat saja. Artinya, di negara berkembang, jika sektor manufakturnya bagus tentu saja sektor jasanya juga bagus," jelasnya.
Lebih lanjut, Kiki mengungkapkan bahwa ada sejumlah upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah agar sektor industri di Indonesia terus semakin maju.
Adapun faktor pertama yaitu, kualitas institusi dan lingkungan. Dikatakan Kiki, kualitas institusi biasanya diukur dari iklim investasi atau indeks kemudahan berusaha.
Faktor kedua yaitu, environment dan sosial. "Faktor sosial dilihat dari keberpihakan pemerintah terhadap rakyat, serta bagaimana pemerintah mengatasi ketimpangan kemiskinan. Itu yang dilihat," jelasnya.
Faktor ketiga yang paling penting yaitu, jumlah penduduk muda dan produktivitas.
"Produktivitas itu parameter ukurannya salah satunya dilihat dari cara menghasilkan barang yang rumit atau complexity index. Sayangnya, complexity index Indonesia masih jauh di bawah Malaysia, Thailand dan Vietnam. Artinya, kalau penduduknya banyak tapi tidak produktif ya repot," jelasnya.
Faktor keempat, yang tidak kalah pentingnya yaitu, infrastruktur yang mampu menurunkan harga logistik.
"Kalau infrastruktur tidak bagus, logistik mahal, investor juga tidak mau investasi manufaktur di Indonesia," katanya.
Kiki juga menyebut peran Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam memajukan sektor manufaktur Indonesia menjadi sangat penting.
Menurutnya, untuk memajukan sektor manufaktur harus melalui pendekatan internasional. Pasalnya, manufaktur mampu mengaitkan investasi dengan eskpor.
Target Pertumbuhan
Kementerian Perindustrian menargetkan produk domestik bruto (PDB) industri manufaktur pada 2024 bertumbuh 5,8 persen, lebih tinggi dibandingkan proyeksi 2023 yang sebesar 4,81 persen.
Di sisi lain catatan safeguardglobal.com pada tahun lalu, Indonesia masuk dalam 10 besar penyumbang produk manufaktur dunia sekaligus satu-satunya negara ASEAN.
Berdasarkan publikasi tersebut, Indonesia berkontribusi sebesar 1,4 persen kepada produk manufaktur global. Posisi prestisius ini merupakan kenaikan yang berarti, karena pada empat tahun yang lalu, Indonesia masih berada di posisi ke-16.
Kenaikan peringkat tersebut juga menandakan bahwa sektor manufaktur memberikan efek berganda kepada sektor lainnya. Sebagai gambaran, dengan meningkatnya output industri, sektor transportasi juga akan meningkat, demikian juga dengan sektor energi, pertanian, perkebunan, dan kelautan yang merupakan sumber-sumber bahan baku dan faktor-faktor input produksi bagi sektor manufaktur.
Posisi Indonesia di jajaran manufaktur dunia diperkuat oleh nilai output industri yang terus meningkat pada periode 2020 hingga September 2023. Pada 2020, nilai output industri tercatat US$ 210,4 miliar, kemudian meningkat ke US$ 228,32 miliar pada 2021, dan kembali meningkat sebesar US$ 241,87 miliar pada 2022. Sementara hingga September 2023, nilai output industri telah mencapai sekitar US$ 192,54 miliar.
Hari Perhubungan Nasional 2025, INSA Ajak Masyarakat Kawal Asas Cabotage |
![]() |
---|
INDEF Berharap Menkeu Purbaya Yudhi Berani Laporkan Kondisi Riil Ekonomi ke Presiden Prabowo |
![]() |
---|
Limbah Sawit Jadi Sumber Energi Berkelanjutan untuk Industri Otomotif |
![]() |
---|
Konsisten Terapkan Manajemen Risiko yang Prudent, Tugure Sabet Penghargaan |
![]() |
---|
Menteri Ekraf: AI Jadi Kolaborator Baru di Industri Kreatif |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.