Minggu, 5 Oktober 2025

BBM Bersubsidi

Pertamina Tak Ingin Jual Pertalite Lagi, Janjikan Oktan Lebih Tinggi Seharga Rp10.000 per Liter

Pertamina hanya ingin menjual tiga jenis produk bensin dan ramah lingkungan, yakni Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo (RON 98).

Hendra Gunawan/Tribunnews.com
Pengisian BBM jenis Pertalite di SPBU. Pertamina hanya ingin menjual tiga jenis produk bensin dan ramah lingkungan, yakni Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo (RON 98). 

Namun, saat itu Nicke menyebut kajian yang dinamakan Program Langit Biru Tahap 2 tersebut masih dilakukan secara internal dan belum diputuskan.

"Program Langit Biru tahap 2 dari RON 90 ke RON 92. Sesuai KLHK, oktan yang boleh dijual itu 91, aspek lingkungan menurunkan emisi karbon, bioetanol, bioenergi terpenuhi dan menurunkan impor," papar Nicke.

"Program tersebut merupakan hasil kajian internal Pertamina, belum ada keputusan apapun dari pemerintah. Tentu ini akan kami usulkan dan akan kami bahas lebih lanjut," lanjutnya.

Nicke menambahkan, jika nanti usulan tersebut dapat dibahas dan menjadi program pemerintah, harganyanya tentu akan diatur oleh pemerintah.

"Tidak mungkin Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi dan kompensasi di dalamnya," tutur Nicke.

Kajian tersebut menurut Nicke, dilakukan untuk menghasilkan kualitas BBM yang lebih baik, karena bahan bakar dengan kadar oktan yang lebih tinggi tentu akan semakin ramah lingkungan.

"Kalau misalnya dengan harga yang sama, tapi masyarakat mendapatkan yang lebih baik, dengan octan number lebih baik, sehingga untuk mesin juga lebih baik, sehingga emisi juga bisa menurun. Namun ini baru usulan sehingga tidak untuk menjadi perdebatan," kata Nicke.

Seperti diketahui, Pertamina menjual 4 produk yaitu BBM Pertalite (RON 90), Pertamax (RON 92), Pertamax Green (RON 95), dan Pertamax Turbo (RON 98).

Adapun untuk jenis BBM diesel, Pertamina menjual Biosolar (subsidi), Dexlite, dan Pertamina DEX.

Indonesia Belum Siap

Mengutip Kontan, sebelumnya Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menyampaikan, pencampuran etanol untuk seluruh jenis BBM masih lama diterapkan karena rantai pasok bahan bakunya belum siap.

“Bioetanol ini kita belum siap rantai pasoknya di hulu. Jadi menurut saya tidak bisa cepat seperti biodiesel karena kalau harus impor akan tambah biaya dan tinggi harganya,” ujar Tutuka ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Senin (12/2).

Menurutnya, sejauh ini BBM campuran etanol masih terus diuji coba secara teknis dan komersial. Sehingga penerapan masif masih memerlukan waktu.

Satu kunci penting dalam pengembangan BBM campuran etanol ialah pasokan bahan baku yang berkelanjutan dan tidak mengganggu suplai untuk kebutuhan lainnya semisal tebu untuk pangan.

Direktur Bioenergi Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Edi Wibowo menjelaskan ketersediaan fuel grade ethanol (FGE) nasional saat ini baru sejumlah 40 kilo liter per-tahun. Masih jauh untuk memenuhi kebutuhan pencampuran bioetanol (E5) secara nasional.

Berdasarkan peta jalan pengembangan bioetanol berbasis tebu, diperkirakan pada tahun 2026 ketersediaan FGE akan semakin meningkat menjadi 623.000 kL per tahun.

Baca juga: Pertalite Dikabarkan Bakal Dihapus Tahun Ini, Menteri ESDM hingga Pertamina Beri Tanggapan

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved