Jumat, 3 Oktober 2025

Subsidi Energi Membengkak, Pemerintah Diminta Utamakan Kepentingan Masyarakat Luas

subsidi energi harus menyasar pada sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Sanusi
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
ilustrasi. Aktivitas pengisian truk-truk tangki untuk distribusi bahan bakar minyak (BBM) di Depo BBM Pertamina di Plumpang, Jakarta 

“Pemerintah harus berani mengambil keputusan tegas yang berpihak kepada kepentingan dan kebutuhan masyarakat luas,” imbuhnya.

Sesuai ketentuan dalam kebijakan HGBT, pemerintah wajib menanggung biaya selisih harga dengan mengurangi jatah keuntungan penjualan gas negara, sehingga tidak membebani jatah atau keuntungan kontraktor.

Dengan skema ini pemerintah memang tidak mengalokasikan biaya subsidi HGBT ke dalam APBN. Namun demikian, pemerintah kehilangan penerimaan negara dalam jumlah yang sangat besar karena jatah keuntungan penjualan gas yang menjadi hak negara berkurang.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Ditjen Migas Tutuka Ariadji menyatakan, dalam menjalankan kebijakan insentif harga gas sebesar 6 dolar AS per MMBTU untuk tujuh sektor industri tersebut, pemerintah hanya bisa mengorbankan bagian negara. Sedangkan, porsi bagian kontraktor tetap.

"Penerimaan negara itu yang dikurangi, kalau nggak harga gasnya bisa lebih dari 6 dolar AS," kata Tutuka.

Kondisi sektor hulu migas sendiri sedang menurun. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut realisasi lifting minyak di tahun 2023 sebesar 605.500 barel minyak per hari (BOPD). Produksi itu lebih rendah daripada target APBN 2023 sebesar 660.000 BPOD.

Realisasi salur gas pada 2023 sebesar 5.378 juta standar kaki kubik gas per hari (MMSCFD), juga lebih rendah ketimbang target APBN 2023 sebesar 6.160 MMSCFD.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved