Minggu, 5 Oktober 2025

Rentan Penyelewengan, Pemerintah Diminta Evaluasi Formula Penetapan Harga BBM

Evaluasi dinilai penting dilakukan karena formula yang ada saat ini berpotensi membuat harga BBM rentan akan dampak dari permainan para trader BBM.

Penulis: Sanusi
Istimewa
Ilustrasi pengisian BBM jenis Pertamax pada kendaraan roda dua. (Sumber:Tribunnews/Irwan Rismawan) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sanusi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap formula harga bahan bakar minyak (BBM) yang menjadi dasar dalam penetapan harga BBM subsidi maupun dasar dalam penetapan batas atas batas bawah bagi BBM umum atau yang nonsubsidi.

Evaluasi dinilai penting dilakukan karena formula yang ada saat ini berpotensi membuat harga BBM rentan akan dampak dari permainan para trader BBM.

Anggota Komite BPH Migas Periode 2017-2021 Muhammad Ibnu Fajar, mengatakan seharusnya biaya perolehan atau impor BBM tidak hanya berdasarkan index harga yang ditetapkan oleh lembaga pengindex seperti Platts yang menjadi dasar harga MOPS (Mean of Platts Singapore).

Kondisi itu sangat rentan dipermainkan oleh trader di Singapura, asal BBM yang dijual oleh Pertamina.

Baca juga: Pemudik yang Kehabisan Bensin di Tol Cipali Bisa Gunakan Layanan Motoris: BBM Langsung Diantar

"Sebaiknya juga harus dipertimbangkan International Crude Price (ICP) terendah sebagai variabel menghitung biaya perolehan," kata Muhammad Ibnu Fajar, di Jakarta, Jumat (29/4/2022).

Ibnu menjelaskan perbaikan serta evaluasi terhadap mekanisme penyaluran BBM subsidi maupun penugasan harus dilakukan. Hal bertujuan untuk menghindari masalah ketika terjadi kondisi seperti sekarang saat harga minyak dunia melonjak tapi tidak banyak yang bisa dilakukan pemerintah untuk mencegah kerugian badan usaha akibat ditahannya harga BBM.

Menurut Ibnu pemerintah sebaiknya harus rela dengan kondisi di lapangan saat harga minyak dunia naik harus konsisten mengikuti perubahan biaya perolehan.

Baca juga: UPDATE Harga Pertamax dan Pertalite Hari Ini, 29 April 2022 di SPBU Seluruh Indonesia

"Ini penting untuk menghindari kerugian badan usaha yang menjalankan penugasan untuk menyalurkan BBM jenis tertentu dan bbm jenis penugasan," ujarnya.

Selain dari sisi konsistensi penetapan harga, pemerintah juga juga sudah sewajarnya tidak pilih kasih dalam mengimplementasikan regulasi. Perlakuan yang equal atau sama rata untuk semua badan usaha terhadap penugasan penyaluran BBM oleh pemerintah, tidak hanya dibebankan kepada Pertamina saja.

"Volume penugasan penyaluran BBM diberikan secara proporsional kepada seluruh badan usaha berdasarkan volume penjualan mereka per tahun," ungkap Ibnu.

Selama ini hanya dua badan usaha yang mengemban tugas menyalurkan BBM tertentu atau jenis solar yakni Pertamina dan PT AKR Corporindo Tbk. Namun volume BBM yang ditugaskan kepada kedua perusahaan tersebut gap-nya terlalu jauh.

Ibnu juga menyarankan agar jumlah pemberian subsidi sebaiknya tidak sama di seluruh Indonesia, melainkan diatur secara proporsional berdasarkan berdasarkan tingkat ekonomi masing-masing daerah. "Misalnya, daerah tertinggal tentu harus lebih mendapatkan subsidi dibandingkan Jakarta atau kota besar lainnya,” kata dia.

Sebelumnya, BPH Migas mencatat penyaluran BBM jenis solar subsidi telah melebihi kuota. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah adanya lonjakan permintaan karena gap harga antara solar subsidi dan non subsidi terlalu jauh.

Harga solar subsidi mencapai Rp 5.150 per liter, sedangkan harga solar nonsubsidi (Dexlite) mencapai Rp 12.950-an per liter dan Pertamina Dex Rp 13.700 per liter.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved