Anggaran Dipangkas, Mentan Akui Sulit Genjot Produksi Kedelai
Mentan mengakui kesulitan menggenjot produksi kedelai dalam negeri, seiring turunnya anggaran Kementerian Pertanian setelah adanya refocusing.
Sebelumnya, Gabungan Koperasi Produsen Tempe-Tahu Indonesia (Gakoptindo) menyebut kenaikan harga kedelai telah membuat ribuan pengrajin usaha tempe-tahu di berbagai daerah berhenti produksi.
Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifudin mengatakan, harga kedelai pada tahun lalu sebesar Rp 7 ribu per kilo gram dan kemudian naik menjadi Rp 9 ribu per kilo gram, di mana saat ini sudah Rp 11 ribu per kilo gram.
"Harga Rp 9 ribu pada tahun lalu, itu kami tidak tahan. Akhirnya kami demo tidak produksi tiga hari di Desember, makanya awal Januari tidak ada tempe - tahu," kata Aip.
Melihat kondisi kenaikan harga kedelai yang sudah mencapai Rp 11 ribu per kilo gram, kata Aip, membuat produsen tempe-tahu sekala kecil dengan produksi 20 kilo gram menjadi berhenti beroperasi.
"Mungkin ada 10 persen hingga 20 persen dari jumlah 160 ribu pengrajin tempe tahu yang ada di berbagai wilayah tidak produksi," kata Aip.
Oleh sebab itu, Aip pun berharap kepada pemerintah bisa meningkatkan produksi kedelai di dalam negeri, agar harganya tidak tergantung dunia karena saat ini 90 persen kebutuhan kedelai dipenuhi dari impor.
"Kalau tidak mampu memenuhi seluruhnya (kebutuhan dalam negeri), paling tidak ada pengaturan harga kedelai. Jangan naik seperti sekarang ini, naikknya setiap hari, sehari (turun), dua hari naik lagi. Ini harga kedelai bisa Rp 12 ribu sampai Rp 15 ribu nantinya," tuturnya.
Harga Kedelai di Pasar Internasional Mulai Melonjak
Direktur Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan melansir bahwa harga tahu dan tempe di dalam negeri akan naik di bulan mendatang karena melonjaknya harga kedelai internasional.
Kedelai sendiri menjadi bahan baku utama dalam memproduksi dua makanan kegemaran masyarakat Indonesia tersebut. Namun di sisi lain, mayoritas stok kedelai bergantung pada impor.
"Kondisi kedelai di dunia saat ini terjadi gangguan suplai," ungkap Oke dikutip dari Antara, Sabtu (12/2/2022).
"Kalau saya melihat di Brazil terjadi penurunan produksi kedelai, di mana awalnya diprediksi mampu memproduksi 140 juta ton pada Januari, menurun menjadi 125 juta ton. Penurunan produksi ini berdampak pada kenaikan harga kedelai dunia," kata Oke lagi.
Penyebab lainnya, menurut Oke, yakni inflasi di Amerika Serikat yang mencapai 7 persen, yang berdampak pada kenaikan harga daripada input produk kedelai.
Selain itu, terjadi pengurangan tenaga kerja, kenaikan biaya sewa lahan, serta ketidakpastian cuaca di negara produsen kedelai juga mengakibatkan petani kedelai di Amerika Serikat menaikkan harga.
"Dari data Chicago Board of Trade (CBOT), harga kedelai pada minggu pertama Februari 2022 mencapai 15,77 dollar AS per bushel atau angkanya sekitar Rp 11.240 per kilogram (kg) kalau ditingkat importir dalam negeri," kata Oke.