Senin, 6 Oktober 2025

Kejar Pertumbuhan Ekonomi 5,4 Persen, Jokowi Minta Menterinya Hapus Regulasi Penghambat Perdagangan

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajaran menterinya menghapus segala regulasi penghambat perdagangan, baik soal ekspor maupun impor.

seno
Presiden Jokowi saat menggelar rapat kabinet paripurna di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajaran menterinya menghapus segala regulasi penghambat perdagangan, baik soal ekspor maupun impor untuk mengejar pertumbuhan ekonomi mencapai 5,4 persen.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, Presiden Jokowi sudah berulang kali menegaskan kepada jajaran kabinet agar mengatasi persoalan regulasi yang menghambat faktor pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Poinnya Presiden mengulang lagi, apa instruksi yang sudah disampaikan berkali-kali terutama kepada beberapa kementerian," tutur Bambang seusai rapat kabinet paripurna di Istana Bogor, Senin (8/7/2019).

Baca: Baiq Nuril Kukuhkan Tekat Berangkat ke Jakarta untuk Ajukan Amnesti ke Pesiden Jokowi

Baca: Tangis Fairuz Pecah, Sonny Septian Sebut Istrinya Sering Bengong, Susah Tidur, dan Tiba-tiba Mewek

Baca: Barbie Kumalasari Sebut Museum Puisi di Bali Milik Ayah Angkatnya

Menurut Bambang, berdasarkan kajian Bappenas tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 paling tinggi 5,3 persen, meski telah melakukan berbagai cara oleh semua kementerian maupun lembaga.

Sehingga, kata Bambang, Kementerian PPN/Bappenas menawarkan tiga skenario dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dijalankan semua kementerian/lembaga.

"Ada skenario rata-rata pertumbuhan ekonomi 5 tahun ke depan 5,4 persen skenario dasar, kemudian skenario moderat 5,7 persen per tahun, dan skenario optimis 6 persen per tahun," tuturnya.

Bambang menjelaskan, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,4 persen per tahun, maka harus menghilangkan faktor utama yang menjadi penghambatnya, yaitu regulasi dan institusinya.

"Institusi artinya birokrasi pemerintahan masih dianggap belum cukup handal untuk bisa memudahkan investasi maupun melancarkan di sektor perdagangan itu. Sedangkan di regulasi, hambatan utamanya adalah masih banyaknya regulasi atau implementasi regulasi yang mengakibatkan ekspor memakan waktu 4,5 hari," tuturnya.

Baca: Pengalaman Gila Real Madrid Tur ke Amerika, Santiago Bernabeu pun Tidak Senang

Baca: Komisi II DPR Usul Kampanye Pilkada Serentak 2020 Diperpendek Jadi 60 Hari

"Ini lebih tinggi dibandingkan negera-negara tetangga, Singapura setengah hari, Vetnam, Thailand yang sekitar 2 harian," tambah Bambang.

Melihat kondisi tersebut, Bambang mengusulkan pentingnya melakukan penataan atau penghapusan regulasi, khususnya yang menghambat investasi maupun perdagangan agar menjadi lebih cepat.

"Kita lebih lama dan lebih mahal dari negara tetangga itu saja membuktikan dari segi daya saing pun Indonesia masih harus mengejar ketertinggalan dibandingkan negara tetangga. Jadi kuncinya kepada penataan kembali regulasi dan implementasi dari regulasi di lapangan," paparnya.

Tegur menteri

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno terkait besarnya impor minyak dan gas (migas) yang mencapai 2,09 miliar dolar AS pada Mei 2019.

Hal tersebut diungkapkan Jokowi saat menggelar rapat kabinet paripurna di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7/2019).

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved