Kasus First Travel
First Travel Mulai Bermasalah Diduga Karena Terapkan Skema Ponzi, Seperti Apa?
Hirwan Syamsir warga Kebayoran Lama terduduk lesu di halaman gedung GKM Green Tower di TB Simatupang Jakarta Selatan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nasib puluhan ribu calon Jemaah yang gagal diberangkatkan First Travel masih belum jelas setelah penangkapan dua pemilik perusahaan penyelenggara umrah pada pekan lalu.
Kementerian Agama mengatakan akan membuat pusat krisis bagi 'korban' First Travel.
Hirwan Syamsir warga Kebayoran Lama terduduk lesu di halaman gedung GKM Green Tower di TB Simatupang Jakarta Selatan.
Dia dan tiga rekannya mendatangi kantor First Travel yang berada di lantai 16, untuk meminta penjelasan rencana keberangkatan umrah yang dijanjikan pada Mei lalu.
Tapi Kamis lalu, Hirwan mendapati kantor First Travel di Jakarta telah disegel oleh kepolisian setelah pemiliknya Andika Surachman dan Anniesa Devitasari Hasibuan.
"Dulu daftar di kantor First Travel di Radar Auri (Cimanggis), kita konfirmasi kemarin katanya ke sini tapi kantornya udah tutup," kata Hiwran.
Baca: BERITA FOTO: Rumah Mewah Bak Istana Bos First Travel di Bogor
Hirwan pun terpaksa menunggu di lobi dan di halaman GKM Tower bersama dengan puluhan Jemaah lainnya tanpa ada kejelasan.
Dia mengaku tertarik dengan promosi yang dilakukan Fisrt Travel di Facebook dan berencana untuk melakukan perjalanan umrah dengan rombongan yang berjumlah 10 orang.
Biaya sebesar RP14,3 juta pun telah dibayar lunas sejak Agustus 2016 lalu.
Hirwan dan rombongan dijanjikan berangkat pada April atau Mei 2017, tetapi kemudian ditunda.
"Jadi alasannya karena jadwal padat karena yang seharusnya berangkat Februari itu jadinya bulan lima (Mei), jadi kami ditunda setelah musim haji sekitar bulan 11 atau 12 , ditunda-tunda ga jelas, akhirnya ada kejadian ini," ungkap Hirwan.
Pada Mei lalu, First Travel menjanjikan akan segera memberangkatkan Hirwan jika membayar tambahan biaya dengan meningkatkan dari paket promo menjadi reguler.
Di paket reguler ada dua yaitu A ( RP19,9 juta) dan B (Rp 17,9 juta), dengan tambahan biaya masing-masing RP 5,6 juta dan RP 3,6 juta.