Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Trump Incar Negara Pembeli Minyak Rusia, India dan China dalam Bidikan
Donald Trump kembali menggunakan tarif impor sebagai senjata untuk menghukum negara-negara pembeli minyak Rusia.
Penulis:
Lita Febriani
Editor:
Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menggunakan tarif impor sebagai senjata untuk menghukum negara-negara pembeli minyak Rusia.
Untuk menekan Rusia agar menyepakati perdamaian dengan Ukraina, Rabu (6/8/2025) lalu pemerintah AS mengumumkan tarif tambahan 25 persen untuk barang-barang impor dari India.
Ini sebagai bentuk sanksi AS kepada India yang kini mengimpor minyak Rusia.
China, sebagai importir terbesar minyak Rusia, belum kena tarif impor hukuman dari Trump. Tetapi pejabat Gedung Putih mengatakan langkah serupa kemungkinan diumumkan pada Jumat, dilansir dari Reuters.
Ini adalah ancaman tarif terbaru dari serangkaian ancaman tarif Trump terhadap isu-isu non-perdagangan, seperti mendesak Denmark untuk menyerahkan kendali Greenland kepada AS, berupaya menghentikan pengiriman fentanil dari Meksiko dan Kanada dan menghukum Brasil atas apa yang ia sebut sebagai "perburuan penyihir" terhadap mantan Presiden Jair Bolsonaro.
Tarif sekunder berpotensi memukul ekonomi Rusia, sumber utama pendanaan perang Presiden Vladimir Putin, namun juga membawa risiko politik bagi Trump.
Harga minyak dunia kemungkinan akan naik, yang bisa memengaruhi elektabilitas politik Trump menjelang pemilu paruh waktu Kongres AS tahun depan.
Tarif tersebut juga akan mempersulit upaya pemerintah untuk mengamankan kesepakatan dagang dengan Tiongkok dan India.
Putin sendiri mengisyaratkan Rusia siap menghadapi tekanan ekonomi baru dari AS dan sekutunya. Menurut Eugene Rumer, mantan analis intelijen AS untuk Rusia, peluang Putin menyetujui gencatan senjata akibat ancaman tarif hampir nol.
Apalagi China telah mengisyaratkan akan terus membeli minyak Rusia.
"Secara teoritis, jika Anda menghentikan pembelian minyak dari India dan Tiongkok, itu akan menjadi pukulan berat bagi ekonomi Rusia dan upaya perang. Namun, itu tidak akan terjadi," ucap Rumer dikutip dari Reuters.
Jadi Beban Baru Bagi Rusia
Tarif impor tambahan akan memberi beban bagi Rusia, eksportir minyak terbesar kedua di dunia. Sejak akhir 2022, negara-negara Barat telah memberlakukan batas harga ekspor minyak Rusia untuk menggerus pendapatan, memaksa Rusia mengalihkan ekspor ke India dan China dengan harga diskon.
Sebagai tanda awal bahwa Putin ingin menghindari tarif, Gedung Putih menyebut pertemuan antara Trump dan Putin bisa berlangsung pekan depan, setelah utusan AS Steve Witkoff bertemu dengan Putin pada Rabu.
Baca juga: Ekonom Steve Hanke: Trump Sedang Hancurkan Dirinya Sendiri dengan Perang Tarif
Namun, sejumlah analis skeptis bahwa Moskow siap menghentikan perang. Brett Bruen, mantan penasihat kebijakan luar negeri Presiden Barack Obama, mengatakan Putin telah mahir mengelak dari sanksi dan hukuman ekonomi, sementara tekanan domestik di Rusia relatif rendah.
Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Trump Merasa 'Ditampar' saat India, Rusia, dan China Lakukan Pertemuan, Langsung Beri Peringatan |
---|
Trump Tolak Tawaran Manis India: Tarif Nol Persen Tak Lagi Berarti, Sudah Terlambat! |
---|
Industri Otomotif Kehilangan 51.500 Lapangan Kerja Akibat Tekanan Tarif Dagang |
---|
Trump Murka, Siap Gugat ke Mahkamah Agung Usai Tarif Dagang Andalannya Dinyatakan Ilegal |
---|
Acuhkan Ancaman Tarif Trump, India Tingkatkan Ekspor Minyak dari Rusia |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.