Nasib Anas di Demokrat
Adnan Pandupradja Dituding Langgar Kode Etik
dalam surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum.
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Mantan Wakil Ketua Komisi III DPR RI periode 2004-2006, Akil Mochtar menyatakan, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adnan Pandupradja tidak dapat menarik parafnya dalam surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum.
Penarikan paraf Adnan atas sprindik Anas dinilai membuktikan pimpinan KPK itu lalai dalam tugas."Sudah jelas, dia lalai jalankan tugas. Adnan langgar etik," kata Akil di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (13/2/2013).
Adnan sebelumnya mengaku, menarik kembali parafnya setelah menyadari belum ada gelar perkara besar yang melibatkan pimpinan KPK terkait kasus Hambalang.
Akil menegaskan, alasan Adnan atas hal itu secara logika tidak masuk akal. Kecuali, Adnan memang meneken paraf dalam sprindik tersebut seorang diri dengan kesehatan jasmani atau rohaninya sedang terganggu.
Faktanya, lanjut Akil ada tiga pimpinan KPK yang turut meneken sprindik tersebut. Selain Adnan, tercantum pula paraf Ketua KPK Abraham Samad dan wakilnya Zulkarnaen. Sehingga, sangat jelas Adnan meneken paraf tersebut dalam kondisi segar bugar.
"Tandatangannya kan ada tiga orang (Samad, Zulkarnaen dan Adnan). Jadi intinya maksud dam tujuan Adnan sama dengan mereka," tutur Akil. Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut pihak penasihat KPK berwenang menjatuhkan sanksi atas Adnan.
Menurut Akil, sanksi atas Adnan hanya dapat dijatuhkan oleh penasihat KPK, untuk menghindari perpecahan di internal KPK sendiri. "Internal KPK harus tegas, harus ada sanksi," tegas dia.
Diberitakan sebelumnya, Adnan menjelaskan dokumen draf sprindik yang ditandatanganinya merupakan berkas asli. Pada Kamis (7/2/2013) malam, dokumen itu masuk ke meja Adnan. Ada lebih dari satu kopian dokumen yang masuk.\
Satu berkas kopian hanya memuat tanda tangan Ketua KPK Abraham Samad, sementara kopian lainnya memuat paraf para pimpinan, deputi, direktur, dan penyidik atau penyelidik yang tergabung dalam satuan tugas Hambalang.
Saat itu, Adnan melihat ada dua paraf pimpinan dalam draf tersebut, yakni paraf Abraham dan Wakil Ketua KPK lainnya, Zulkarnaen. Dalam dokumen itu, kata Adnan, disebutkan sudah ada gelar perkara yang dilakukan sehingga dia langsung memarafnya.
"Disebut ada gelar perkara tanggal sekian, saya pikir sudah ada gelar, maka saya paraf," ucapnya.
Esokan harinya, Adnan mengetahui gelar perkara besar yang melibatkan pimpinan KPK belum dilakukan. Dia pun langsung menarik kembali parafnya dari draf sprindik tersebut. "Memang ada gelar perkara, tapi tidak diikuti pimpinan, maka saya cabut pada Jumat pagi," tambah Adnan.