Nurul Arifin: Setjen KPU Tak Suka Komisoner Baru
Masyarakat sulit mengharapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa bekerja independen mengingat sekretariat jenderal (setjen) perpanjangan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat sulit mengharapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa bekerja independen mengingat sekretariat jenderal (setjen) perpanjangan tangan pemerintah, karena pegawainya berasal dari unsur pemerintah. Bahkan, kesetjenan lebih dominan dibandingkan komisiner KPU, seperti saat Pemilu 2004 dan Pemilu 2009.
Kehadiran dan cara kerja komisioner KPU periode 2012-2017 pimpinan Husni Kamil Malik mengusik dominasi dan privilege (keistimewaan) pihak setjen pimpinan Suripto Bambang Setyadi. Diketahui, Suripto adalah bekas staf ahli Mendagri yang menjadi Sekjen KPU sejak 2008.
"Saya melihat ada unsur ketidaksukaan di kesekjenan. Ada ketidaknyamanan yang mungkin dirasakan di kesekjenan, merasa ada hal-hal yang biasanya privilege buat mereka, jadi tidak ada," ujar anggota Komisi II DPR, Nurul Arifin, dalam diskusi bertajuk 'Komisioner versus Birokrat KPU', di Jakarta, Jumat (16/11/2012).
Menurut Nurul, kesetjenan adalah model birokrasi yang kuat. Pegawai yang duduk di kesetjenan adalah orang-orang yang mengerti tentang birokrasi.
"Kita jangan melihat kesekjenan orang-orang yang innocent. Justru yang lebih mengerti birokrasi, yah mereka itu. Mereka menganggap komisoner hanya tamu," kata Nurul.
Diberitakan sebelumnya, konflik antara komisioner dan Setjen KPU berawal saat komisioner KPU Ida Budhiarti mengadu ke Komisi II, bahwa pihak setjen kurang memberikan dukungan dalam proses verifikasi partai politik.
Namun, Suripto membantah hal itu. Suripto merasa tugas para anak buahnya sudah optimal. Pernyataan Ida membuat pihak kesetjenan merasa hasil kerjanya tidak dihargai.
Klik: