Kamis, 2 Oktober 2025

AMCDRR 2012

Peneliti Pun Harus Pelajari Merapi Lagi

peneliti juga harus belajar lebih banyak lagi mengenai aktivitas gunung yang terkenal dengan hembusan awan panasnya ini.

Editor: Budi Prasetyo
zoom-inlihat foto Peneliti Pun Harus Pelajari Merapi Lagi
Kompas Jogja/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
Aktivitas Gunung Merapi - Asap solfatara berhembus dari puncak Gunung Merapi ke arah barat laut sekitar pukul 17.55 BBWI seperti terlihat dari Desa Maguwoharjo, Depok, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (20/82012). Hembusan tersebut dipicu oleh terjadinya gempa selama sekitar 9 detik di gunung tersebut. Kejadian serupa juga terjadi pada 15 Juli 2012 lalu. Hingga saat ini Gunung Merapi masih dalam kondisi normal. (Kompas/Ferganata Indra Riatmoko)

TRIBUNNEWS.COM YOGYA, - Paska letusan besar tahun 2010 lalu, Merapi diyakini memasuki babak baru yang sama sekali berbeda dengan kondisi sebelumnya. Tak hanya masyarakat yang harus memelajari perilakunya, namun para peneliti juga harus belajar lebih banyak lagi mengenai aktivitas gunung yang terkenal dengan hembusan awan panasnya ini.

"Kita harus benar - benar mengamati proses itu sendiri, bukan hanya berpijak pada masa lalu saja karena karakternya juga sudah berbeda," jelas Kepala Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG) Surono, ketika ditemui di Jogja Expo Center (JEC), Minggu (21/10/2012) sore.

Adapun, ketika ditemui, Surono baru saja menyelesaikan proses registrasi sebagai participant dalam acara The 5th Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction (AMCDRR), yang berlangsung mulai 22 hingga 25 Oktober 2012, di JEC. Ia memang menjadi sosok sentral dalam berbagai kejadian kebencanaan vulkanis dan geologis di Indonesia, termasuk diantaranya ketika bencana erupsi merapi pada tahun 2010 lalu.

Dirinya melanjutkan bahwa kondisi merapi tak ubahnya seperti seseorang yang biasa mengenakan topi, namun sekarang topi itu sudah hilang. Tidak ada lagi atap yang tertutup, melainkan sudah terbuka dengan sebaran yang merata ke semua arah. Oleh karena itu, tidak heran jika merapi akan lebih banyak memperlihatkan hembusan awan vertikal sebagaimana yang terjadi pada bulan Juli dan Agustus lalu.

Meski demikian, masyarakat tak perlu khawatir. Lantaran aktivitas itu, merupakan hal yang normal terjadi. Yang perlu diwaspadai yakni guguran yang arahnya menuju ke luar, sedangkan jika guguran itu masuk ke kubah lava maka, hanya akan menimbulkan hembusan awan vertikal lagi. Mengenai arahnya, Surono menyebutkan bisa mengarah kemana saja. Lantaran tergantung dari hembusan angin.

"Akan lebih sering hembusan vertikal, tapi bukan karena ada aktivitas desakan dari perut merapi, tapi karena adanya guguran. Karena kubahnya memang sudah terbuka, maka dimungkinkan hembusannya akan lebih besar dan menimbulkan hujan abu," jelasnya.

Demikian halnya dengan deformasi yang terjadi di puncak merapi. Kini, dinilai lebih intens. Padahal sebelum letusan 2010, paling tidak deformasi terjadi dua tahun sekali. Namun kini ada percepatan. Meski begitu, Surono memandang bahwa hal itu wajar terjadi mengingat energi yang dilepaskan pada erupsi 2010 termasuk sangat besar.

"Wajar merapi nge-charge lagi, perilakunya memang sangat berubah. Bahkan bisa dikatakan, kepastian merapi itu, merupakan ketidakpastiannya itu sendiri," tandasnya.

Meski demikian, merapi memang terkenal dengan awan panasnya. Hal itu pula yang menjadi ancaman selanjutnya, meskipun cara dan prosesnya belum diketahui secara pasti.

Baca Juga  :

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved