Jumat, 3 Oktober 2025

Petani Tembakau Kecam Rencana FCTC-WHO

Dengan menyarankan pemerintah untuk menghapuskan pertanian tembakau setahap demi setahap

zoom-inlihat foto Petani Tembakau Kecam Rencana FCTC-WHO
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Uum (52), seorang bandar lapangan mengiris daun tembakau yang masih hijau sebelum dijemur di tempat produksinya di Desa Tanjungwangi, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (26/8/2012). Ketua Kelompok Tani Tembakau Nanjungwangi ini mengeluhkan harga tembakau mole pada musim panen tahun ini merosot menjadi Rp 18.000 - 20.000 per kg, jauh dari tahun sebelumnya Rp 50.000 - Rp 60.000 per kg. Merosotnya harga tersebut diduga ulah permainan tengkulak. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA- Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), mewakili jutaan petani tembakau, bergabung dengan petani tembakau lain di Asia untuk menentang usulan baru yang mengatur pertanian tembakau melalui Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau, atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

“Dengan menyarankan pemerintah untuk menghapuskan pertanian tembakau setahap demi setahap melalui usulan pedoman FCTC yang baru ini, maka mata pencaharian sekitar 30 juta petani tembakau di dunia, termasuk petani tembakau Indonesia, sangat terancam” kata Sekjen APTI Budidoyo di Jakarta, Selasa (18/9/2012).

“Meskipun Indonesia bukanlah penandatangan FCTC, petani tembakau Indonesia tetap merasa khawatir akan usulan pedoman yang semena-mena tersebut. Jika Indonesia sampai menandatangani FCTC, mata pencaharian 1,5 juta petani tembakau di Indonesia bisa musnah,” keluhnya.

Rancangan pedoman ini dikenal sebagai ‘Pasal 17 & 18’ dan akan dibahas pada COP 5 (Conference of the Parties), yang akan berlangsung di Seoul, Korea Selatan, pada tanggal 12-17 November 2012 mendatang. 175 negara yang telah menandatangani FCTC berhak menghadiri Konferensi untuk memberikan suara.

Menurut Budidoyo, rancangan pedoman ini telah melenceng dari amanat awal FCTC yang bertujuan untuk menyediakan “bantuan teknis dan keuangan untuk membantu transisi ekonomi bagi petani dan pekerja tembakau yang mata pencahariannya terkena dampak karena turunnya permintaan yang disebabkan oleh program pengendalian tembakau".

"Alih-alih membantu petani tembakau, pedoman ini malah dirancang untuk mematikan petani tembakau melalui berbagai pembatasan-pembatasan mulai dari pembatasan produksi dengan mengatur musim untuk menanam tembakau, pengurangan area yang diperbolehkan untuk menanam tembakau, pelarangan pemberian dukungan keuangan dan teknis untuk petani tembakau, sampai dengan pembubaran semua lembaga yang menghubungkan petani dengan pemerintah,” papar Budidoyo yang juga Wakil Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) ini.

Sementara itu Ketua Departemen Advokasi AMTI Soeseno menegaskan, bahwa hingga saat ini belum ditemukan pengganti tanaman tembakau yang dapat memberikan keuntungan bagi kesejahteraan petani tembakau.

"Kami belum menemukan tanaman pengganti yang dapat memberikan keuntungan setara dengan tembakau, terutama di tempat-tempat yang karena kondisi tanahnya yang sedemikian rupa, hanya dapat ditanami tembakau," kata Soeseno, Rabu (19/9/2012).

Sebagai bentuk solidaritas dalam upaya perlawanan terhadap usulan ini di Indonesia, APTI bergabung dengan International Tobacco Growers' Association (ITGA) dalam mendapatkan dukungan global, melalui pengumpulan petisi secara online maupun secara langsung kepada anggota APTI.  Petisi ini berisi permintaan kepada pemerintah untuk “menolak usulan yang irasional dan merusak dan agar mengedepankan pendekatan yang lebih realistis dalam membantu petani beradaptasi saat terjadi perubahan permintaan tembakau”.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved