Kasus Simulator SIM
Polisi Diminta Baca dan Pelajari UU KPK Dengan Benar
Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Ganjar Laksamana, mengatakan alasan apapun yang dikemukakan Polri tidak bisa diterima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Ganjar Laksamana, mengatakan alasan apapun yang dikemukakan Polri tidak bisa diterima yang ngotot melakukan penyelidikan atas kasus dugaan korupsi alat simulator SIM di Korlantas Mabes Polri. Apalagi Polri sepertinya tidak membiarkan KPK untuk menyelidiki kasus itu sesuai UU KPK.
“Tidak ada satupun alasan logis dan sesuai UU yang ada, yang dikemukakan institusi kepolisian terkait kasus korupsi simulator SIM ini. Polri justru memperlihatkan kebodohan atas pemahaman UU yang ada sekaligus menunjukkan arogansinya terhadap hukum yang harusnya ditegakkan dan dibelanya sendiri sebagai institusi hukum,” ujar Ganjar kepada wartawan di Jakarta, Jumat (3/8/2012).
Dia memina Mabes Polri tidak mencari-cari alasan yang justru memperlihatkan kebodohan atas pemahaman hukum institusi penegak hukum itu sekaligus memperlihatkan arogansinya dengan kasus ini.
“Polri ngotot sebagai lembaga yang melakukan penyelidikan pertama dan memang ada MoU antara lembaga penegak hukum bahwa yang berwenang menyelidiki adalah siapa yang lebih dulu melakukan penyelidikan, tapi itu menurut pasal 50 UU KPK tidak berlaku jika KPK masuk dan mengambil alih penyelidikan. Yang lain harus stop. Polisi bacalah UU dengan benar dan gunakan metode penafsiran yang tepat. Kalau mereka baca dan tafsirkan benar maka tidak akan perlu ada perdebatan seperti ini,” tegasnya.
Dikatakan MoU atau nota kesepahaman menurutnya hanyalah kesepakatan yang tidak ada sanksi hukum atasnya jika dilanggar. Lagipula menurutnya posisi UU jelas berada diatas MoU. Jika polisi beralasan dia juga memiliki kewenangan, maka hal itupun dapat dibatalkan karena ada pembagian-pembagian mana yang polisi dan mana yang jaksa.
“Tapi tetap saja jika semua sudah diambil KPK maka semua harus diserahkan kepada KPK. KPK kan tugasnya supervisi dan koordinasi. Masak kalau sudah ditangani oleh koodinator dan supervisornya masih tetap ngotot mau melaksanakan tugas penyelidikannya?" katanya.
Dirinya juga menjelaskan bahwa KPK diantaranya memiliki kewenangan untuk mengambil alih kasus apapun apabila penangananya dianggap bertele-tele, penangannya dikhawatirkan ada konflik kepentingan, bisa menimbukan tindak pidana korupsi baru dan ditambah pasal 50 itu maka KPK sah menyelidiki kasus tersebut. “Jadi sah dan Polisi harus mundur,” tegasnya.
Ayo Klik: