Kamis, 2 Oktober 2025

RUU Peradilan Anak Siap Diundangkan

Setelah melalui pembahasan selama dua masa sidang, akhirnya Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Peradilan Pidana Anak siap diundangkan.

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-inlihat foto RUU Peradilan Anak Siap Diundangkan
Tribun Medan
Anak-anak menjadi obyek eksploitasi. Mereka menjadi pengemis, mengamen dan pekerja di jalanan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah melalui pembahasan selama dua masa sidang, akhirnya Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Peradilan Pidana Anak siap diundangkan.

Dalam rapat Panitia Kerja (Panja) antara Komisi III dipimpin oleh Aziz Syamsuddin, Menkumham Amir Syamsuddin, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Agum Gumelar, di DPR, Jakarta, Rabu (27/6/2012), sembilan fraksi memberikan persetujuan atas RUU tersebut.

Amir mengatakan, RUU ini merupakan solusi penegakan hukum efektif sekaligus perlindungan HAM bagi anak-anak yang bermasalah dengan hukum. Sebab,  undang-undang yang ada saat ini, UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah tidak lagi bisa mengakomodir kebutuhan penanganan hukum anak yang seharusnya bersperspektif pembinaan, bukan sanksi maupun pembalasan.

"Semoga disahkan menjadi undang-undang agar menjamin kepastian hukum dan perlindungan HAM khususnya bagi anak," kata Amir.

Amir menyatakan ada lima poin penting yang terdapat di dalam RUU ini.

Pertama, adanya kewajiban keadilan restorasi yaitu penyelesaian konflik tidak harus dilakukan melalui pengadilan namun harus melibatkan pelaku, korban dan keluarga korban. "Pelaku, korban dan keluarga mencari penyelesaian bersama terhadap tindak pidana dan implikasi pemulihan," ujarnya. 

Kedua, rentang usia yang dikategorikan sebagai anak, yakni 12 sampai 18 tahun dan tidak boleh dilakukan penahanan terhadap anak yang terlibat konflik hukum sebelum berusia 12 tahun.

Ketiga, penegakan hukum dilakukan dengan metode diversi, bahwa pelaku dihindarkan dari pengadilan formal pidana.

Keempat, adanya kewajiban setiap orang merahasiakan identitas pelaku dan korban anak, termasuk media massa.

Kelima, adanya ultimum remedium, yaitu syarat pemberian hukum yang ketat dan pelaku anak ditempatkan di lembaga permasyarakatan khusus anak.

Aziz mengatakan, hasil persetujuan Komisi III ini selanjutnya akan dibawakan pada pimpinan DPR dan didaftarkan dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk diagendakan dalam rapat paripurna. Komisi III berharap RUU ini disahkan pada Rapat Paripurna pada 3 Juli mendatang.

Ditemui seusai rapat, Dirjen HAM Kemenkumham, Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, selama ini anak yang terlibat konflik hukum cenderung menjadi korban dan tidak mendapatkan perhatian. Oleh karena itu, melalui UU Sistem Peradilan Pidana Anak, nantinya hak-hak anak mendapat kepastian.

Selain itu, hanya anak dengan usia tertentu dan dengan pidana berat yang akan dipertimbangkan untuk ditahan. "Misalnya kalau 14 tahun melakukan pencurian serius baru bisa ditahan," tutur Harkristuti.

Harkristuti menegaskan, bahwa dalam undang-undang ini juga diatur mengenai sanksi bagi petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang belum membebaskan anak yang sudah melewati masa hukuman.

Ia mengungkapkan, bahwa selama ini kementeriannya telah mendapat laporan, tak sedikit anak yang masih tetap mendekam di lapas kendati masa hukumannya telah berakhir.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved